Monday, November 28, 2011

Coke`an Keroncong



Coke`an / Cokekan / Cokean Keroncong





Coke`an / cokekan / cokean adalah jenis musik akustik tradisional yang di mainkan dalam komposisi yang tidak lengkap. istilah coke`an sering di gunakan untuk menyebutkan komposisi musik gamelan/ kerawitan yang dimainkan secara sederhana dengan alat-alat gamelan yang sederhana pula ( sering disebut gong janggrung). gong janggrung adalah alat musik gamelan yang terbuat dari  besi biasa dan dibuat dengan bentuk yang sederhana, namun tetap dengan kualitas suara yang bagus.


Coke`an / cokekan / cokean gamelan biasanya terdiri dari alat musik : kendang, gender, gong bumbung, siter dan peking. bisa juga ditambah alat gamelan lainnya.





Coke`an / cokekan / cokean keroncong terdiri dari Cello, gitar, cak, dan cuk (keroncong) bisa juga di tambah flute.Coke`an / cokekan / cokean keroncong biasanya digunakan untuk mengiringi lagu-lagu langgam jawa. namun cokekan sebetulnya juga bisa digunakan mengiringi keroncong, dangdut bahkan gending jawa pelog dan slendro. alunan nada-nada alat musik akustik cokekan sangat khas, merdu, indah dan alami sekali.



simak cokekan "Irama Sera Madiun"

Download mp3  berikut :






langgam potretmu




Sunday, November 20, 2011

Makalah Perpustakaan





MENGEMBANGKAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH


DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI





KATA PENGANTAR


Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, penulis mengambil judul : “Mengembangkan  Perpustakaan Sekolah dengan Teknologi Informasi” Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, berkat tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menghaturkan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak,  dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan  baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang di dapat sehingga mampu menyelesaikannya dengan baik. Karena itu, penulis dengan terbuka dan lapang dada menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.








                                                                                           Madiun, 08 Mei 2008





                                                                                           Penulis


















1           PENDAHULUAN



1.1         Latar Belakang






Perpustakaan sekolah, sebagai salah satu unit kegiatan yang mendukung Proses Belajar dan Mengajar, sebagian besar selama ini hanyalah sebagai salah satu unit kegiatan di sekolah yang selalu menjadi korban, tak terurus dan hanya sebagai pelengkap. Perpustakaan adalahsebuah tempat yang kurang diminati oleh siswa maupun warga sekolah lainnya. Mungkin konsep perpustakaan sebagai sumber ilmu pengetahuan , informasi dan rekreasi akan segera hilang karena kurangnya daya tarik perpustakaan itu sendiri bagi pemustaka, tinggalah buku-buku usang ,berdebu tak terpelihara. Di era teknologi komunikasi dan informasi sekarang ini, peran perpustakaan banyak mendapatkan kompetitor, yaitu internet yang dapat diakses di mana saja, di warnet, area hotspot, rumah maupun hanya melalui fasilitas GPRS pada Handphone. Jelas ini lebih menarik dan praktis. Oleh karena itu , untuk memotivasi dan menarik minat siswa datang ke perpustakaan dengan suka rela, tanpa harus dibebani tugas sekolah maka perpustakaan harus membuka diri dan memasukan unsur teknologi sebagai salah satu produk perpustakaan sekolah.


Jika kita mengutip makna perpustakaan dalam UU Nomor 43 Tahun 2007 yang berbunyi  “Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan /atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka. Koleksi perpustakaan adalah  “semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan / atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan dilayankan”. Dalam undang-undang ini jelas bahwa perpustakaan bukanlah sebuah lembaga yang hanya menyimpan buku dan majalah serta hanya  meminjamkan pada siswa. Perpustakaan Sekolah harus dikelola dengan profesional agar mampu memenuhi semua kebutuhan pendidikan, informasi bahkan rekreasi bagi seluruh warga sekolah. Perpustakaan sekolah juga mempunyai tugas memberantas illiteracy informasi di sekolah, yaitu ketidak mampuan siswa dan warga sekolah lainnya untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Dalah hal ini perpustakaan sekolah harus menyediakan berbagai macam sumber informasi yang mungkin di butuhkan oleh semua warga sekolah. 


..................................................................................................................

..................................................................................................................

..................................................................................................................



1.2         Rumusan Masalah


Pada makalah ini, penulis mengambil permasalahan mengenai bagaimana membangun sebuah perpustakaan sekolah yang diminati oleh semua warga sekolah bahkan masyarakat. Untuk menjadikan sebuah perpustakaan yang banyak di kunjungi oleh warga sekolah hambatan pada umumnya yang dihadapi perpustakaan sekolah, adalah:


1. Rendahnya motivasi dan budaya membaca pada siswa sehingga menimbulkan illiteracy atau ketidakmampuan siswa untuk mendapatkan informasi yang di butuhkan.


2.       .................................................................................................................





..................................................................................................................


..................................................................................................................


..................................................................................................................












1.3         Tujuan


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka makalah ini bertujuan untuk mengetahui hambatan dan kesempatan yang ada serta bagaimana cara memenuhi kekurangan dan hambatan tersebut untuk membangun sebuah perpustakaan sekolah yang modern, diminati semua warga sekolah sebagai tempat atau sumber untuk mendapatkan berbagai macam informasi.


1.4         Manfaat



          Makalah ini dibuat  dengan harapan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan semua warga sekolah, stake holder pendidikan dan masyarakat luas. Serta menjadi bahan pertimbangan bagi semua lembaga sekolah untuk mulai mengevaluasi keberadaan perpustakaan sekolahnya yang selama ini hanya di jadikan simbol atau pelengkap saja. Dengan pembahasan dalam makalah ini penulis berharap menjadikan sebagai  salah satu acuan untuk mengimplementasikannya sesuai dengan kreatifitas masing-masing pustakawan, kondisi sekolah, peraturan-peraturan dan dukungan finansial yang ada.




..................................................................................................................

..................................................................................................................

..................................................................................................................







2           PEMBAHASAN



2.1         Menumbuhkan Budaya Membaca dan Literasi Informasi



Pada era pendidikan yang berbasis pada otonomi sekolah atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) serta kurikulum yang berbasis pada Satuan Pendidikan (KTSP) dan berkembangnya metode dan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan komunikasi dan kompetensi, yang menekankan pada kreatifitas siswa dalam belajar. Salah satu metode yang dikembangkan di banyak sekolah adalah PAIKEM ( Pembelajaran yang Inovatif Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. dengan berkembangnya metode-metode pembelajaran ini, berkembang pula metode-metode inovatif untuk menumbuhkan minat membaca pada siswa.


Metode-metode yang digunakan untuk menumbuhkan minat baca dan budaya membaca pada siswa diantaranya adalah :



  1. ..................................................................................................................

    ..................................................................................................................

    ..................................................................................................................

    Serta masih banyak lagi kreatifitas dan inovasi guru dalam mengajak para siswa untuk gemar membaca.




Literasi Informasi adalah seperangkat kemampuan yang di miliki oleh seseorang untuk mengenali informasi yang dibutuhkan serta kemampuan untuk menentukan sumber informasi, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif. Maka perpustakaan sekolah harus mampu memberikan dan menunjukan semua informasi yang dibutuhkan oleh siswa dan semua warga sekolah. Perpustakaan akan bermakna dan diminati jika perpustakaan tersebut mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa, guru dan semua warga sekolah, Baik dalam hal untuk mendapatkan materi pelajaran, informasi-informasi umum, pengetahuan lainnya maupun sebagai tempat yang nyaman untuk berekreasi atau istirahat sejenak.


..................................................................................................................

..................................................................................................................

..................................................................................................................



2.2         Meningkatkan Profesionalisme Pustakawan


UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mendefinisikan Pustakawan sebagai   berikut : Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan /atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.  Bila kita merujuk pada definisi diatas tentang pustakawan maka sangat sedikit sekali sekolah yang sudah mempunyai tenaga pustakawan atau guru pustakawan yang mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan.


Kurangnya tenaga profesional.......................................................................


........................................................................................................................


........................................................................................................................


........................................................................................................................


2.3         Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam pengembangan perpustakaan sekolah


       Dalam perkembangannya , pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi tidak hanya digunakan sebagai media belajar di dalam kelas, tetapi juga sebagai media belajar dalam perpustakaan sekolah, menarik minat siswa  dan juga mempermudah pengelolaan perpustakaan. Diantaranya dengan penyediaan internet, Televisi, VCD/DVD player, yang dilengkapi  pula dengan  berbagai  macam kaset/CD dan headset dengan jumlah yang memadai dan di tata dengan acuan-acuan perpustakaan yang ada.


Ada beberapa model pelayanan atau metode perpustakaan yang berkembang saat ini,   yaitu :


1.     Perpustakaan Manual : Pelayanan perpustakaan dilaksanakan manual/ konvensional, tanpa bantuan Teknologi Komputer atau  teknologi lainnya.


2.    Outomasi Perpustakaan          : Pelayanan perpustakaan dikerjakan dengan bantuan komputer tau media lainnya. Cakupan dalam outomasi pendidikan adalah : mempermudah pustakawan dalam pengadaan koleksi, katalogisasi, inventarisasi, sirkulasi, pengelolaan penerbitan berkala, penyediaan katalog, pembuatan label buku, pembuatan kartu anggota, pengelolaan anggota dan sebagainya. Software yang digunakan dalam outomasi perpustakaan ini dapat di beli atau di pesan pada lembaga-lembaga yang mengembangkan software / program komputer. Atau menggunakan software-software yang sudah ada. Software yang banyak digunakan pada perpustakaan sekolah diantaranya sebagai berikut : CDS/ISIS, WINISIS, In Magic & Lex/ DOSver, OSS, KOHA, Greenstone, OpenBiblio, Igloo, Athenaeum Light dan masih banyak lagi.


3.  Perpustakaan Digital   : Dalam pelayanan perpustakaan model ini, siswa atau pemustaka tidak disediakan bahan dalam bentuk buku, tetapi pemustaka dapat mengakses buku yang di inginkan dalam bentuk file-file E-Book, E-Learning, E-Modul, Blog, Mailing List atau keping-keping VCD / DVD. File dan DVD tersebut dapat berupa film-film dokumenter, adobe reader, film cerita, video clip dan sebagainya.


4.   Perpustakaan Virtual/ Virtual Library : Perpustakaan dengan menggunakan media internet. Pada dasarnya, virtual library bisa dikatakan sama dengan perpustakaan konvensional , setiap anggota virtual library bisa mencari apa yang mereka butuhkan dengan cara melihat isi pada virtual library. Setelah menemukan kemudian bisa langsung dibuka atau dengan mengunduh (download), tentunya setelah anggota tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan, yaitu dengan mendaftar / register lebih dahulu. Pada prinsipnya virtual library sama dengan jika kita browsing internet.

      .........................................................................................................

      .........................................................................................................

      .........................................................................................................










2.4         Dukungan Kurikulum dan finansial dari sekolah dan pemerintah



Perkembangan perpustakaan sekolah tidak lepas dari peran pemerintah  melalui Kemendikbud, Pemerintah Daerah dan lembaga sekolah sebagai pengelola dan pelaksana perpustakaan dan juga peran masyarakat sebagai pemustaka, dalam hal ini siswa melalui komite Sekolah maupun dewan perpustakaan. Peran pemerintah, sekolah dan masyarakat tersebut telah jelas di atur dalam UU Nomor 43 Tahun 2007, pasal 7 berbunyi sebagai berikut :


(1)   Pemerintah Berkewajiban :


a.   Mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung Sistem Pendidikan  Nasional;


b.    Menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;


c.       Menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air;


d.   Menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi) , alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi) dan alih media (transmedia);


e.       Menggalakan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;


f.   Meningkatkan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan; membina dan  mengembangkan kompetensi, profesonalitas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan;


Program  pemerintah dalam usaha pengembangan perpustakaan seperti diatas, seharusnya mulai dari sikapi dengan sebuah usaha pustakawan dan kepala sekolah untuk mendapatkan informasi yang berguna bagi kepentingan perpustakaan sekolah. Misalnya : informasi tentang bantuan buku, teknologi perpustakaan terbaru dengan studi banding, pelatihan bagi guru dan pustakawan. Mungkin kita maklum dengan anggaran pemerintah dalam proses pengembangan perpustakaan diseluruh Indonesia sangat kecil, maka lembaga sekolah sebagai pengelola perpustakaan yang menjadi salah satu program yang tercantum dalam kurikulum sekolah masing-masing, wajib mengalokasikan dana dalam RAPBS untuk kegiatan perpustakaan.  Dana tersebut digunakan untuk pengembangan , operasional, pemeliharaan dan juga kesejahteraan pustakawan. Oleh karena itu dalam UU Nomor 43 Tahun 2007 pasal 23 telah diatur secara khusus tentang perpustakaan sekolah, sebagai berikut :


(1) Setiap sekolah / madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional  Pendidikan


(2)  Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan  yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik


(3)   Perpustakaan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan


(4)   Perpustakaan  sekolah /madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan


(5)  Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi


(6)  Sekolah / madrasah mengalokasikan dana paling sedikit  5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan


Sebagai penekanan, disini telah diatur  secara tegas bahwa sekolah penyelenggara perpustakaan sekolah diharuskan mengalokasikan dana paling sedikit  5% dari anggaran belanja operasional sekolah  untuk pengembangan perpustakaan


            ..................................................................................................................

            ..................................................................................................................

            ..................................................................................................................






3           PENUTUP



3.1         Kesimpulan



Pada era teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, dunia pendidikan adalah salah satu pengguna teknologi tersebut.  Teknologi Informasi sebagai media untuk mempermudah mengerjakan soal-soal , administrai dan bahkan sebagai  alat dan metode mengajar di dalam kelas. Perpustakaan sekolah sebagai salah satu pilar pendidikan sudah barang tentu harus menggunakan teknologi untuk menarik minat guru dan siswa  untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, rekreasi di dalam perpustakaan. Jika perpustakaan sekolah telah berfungsi sebagaimana mestinya maka program gemar membaca dan literasi informasi akan tercapai dengan sendirinya.






..................................................................................................................


..................................................................................................................


..................................................................................................................











3.2         Referensi





  1. UU Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

  2. Dra. Dhamayanti, Lucya, M.Hum. Literasi Informasi. Materi Diklat Pengelolaan Perpustakaan SMK 2007

  3. M. Ridho, Rasyid. Materu Diklat Pengelolaan Perpustakaan SMK 2007

  4. Nasution, A.S. Perpustakaan Sekolah, Departemen P dan K, 1981




  5. ..................................................................................................................

    ..................................................................................................................

    ..................................................................................................................









Thursday, November 10, 2011

Madiun Tempo Dulu



Foto-Foto Madiun Tempo Dulu

Jl.Bogowonto th. 40 an




Alun-alun Madiun tahun 1919




Alun-alun Madiun tahun 1940




Alun-alun Madiun tahun 1930






Alun-alun Madiun tahun 1979





Alun-alun Madiun tahun 2002






Madiun tahun 1910




Jl. Madoera, Madiun tahun 1949 (sekarang Jl. Panglima Sudirman)



Gereja Jl. pahlawan tahun 1920



Jl.Kartini, tahun 1919 (dulu Jl. Riau)



Jalan raya Madiun tahun 1947



Jl. Pahlawan tahun 1930



Madiun, Prapatan Tugu, tahun 1930



Madiun, Prapatan Tugu, tahun 1937



Madiun, Brruidsstoet tahun 1910



Toko Langgeng, Madiun tahun 1910



TMP Madiun tahun 1949



PG. Redjo Agoeng



Woengoe, tahun 1940



Prapatan Toegoe, Madiun 1930



Madioen 1934



Bong Cina, Madiun 1949




Sarangan, Madiun tahun 1910






Sarangan, tempo dulu






Gedung Sandiwara Rakyat Madiun 1947 (sekarang Sri Ratu)




Depan Pasar Besar, Madiun 1980





Jl. Bogowonto, Madiun 1980



Stasiun Madiun



Balaiyasa (sekarang INKA)




Jl. Bogowonto, Madiun




Jl. Bogowonto Madiun, 1930




Jl. H. Agus Salim, Madiun




Jl. Jend. Sudirman Madiun, 1970




Jl. Kemuning, Timur Stasiun Madiun




Lori, Pagotan Madiun, 1987




Andong Kuda, Pagotan Madiun




Proliman Jl. Bogowonto, 1980 an




Depan SMPN 2 Madiun, 1976




Stasiun Madiun, 1931




PT. INKA Madiun, 1920




Dalam Kota Madiun






Diambil dari Berbagai sumber : Media KILV, Historia van Madioen / Kompas Madya, Paguyuban Onthel Tundung Mediun dll. Kami meng up load foto-foto ini, karena terdorong rasa cinta kami pada Kota MADIUN. dan semoga dapat mengingatkan pada semua generasi muda Madiun,khususnya, agar mempunyai rasa bangga, peduli dan akhirnya mau menguri-uri budaya dan sejarah Kota Madiun. 


trimakasih. widodogb



Wednesday, November 2, 2011

Madiun dalam Palihan Nagari (Perang Suksesi Jawa III)





Peran Madiun pada Masa Palihan Nagari Surakarta dan Jogjakarta


( Masa Perang Suksesi Jawa III )





Palihan Negari atau sering disebut Perang
Suksesi Jawa III, yaitu ketika  terjadi peperangan antara Susuhunan Paku
Buwono III di bantu pasukan VOC  melawan Pangeran Mangkubumi, di bantu
Raden Mas Said (terkenal dengan Pangeran Samber nyawa),  Perang ini
berawal dari ikut campurnya VOC pada Pemerintahan Surakarta dan di cabutnya hak
Pangeran Mangkubumi atas tanah Sukowati  (wilayah Sragen) oleh Paku Buwono
II,
hal ini memang sudah diatur dan merupakan bagian dari politik ”devide et
impera” Kompeni Belanda.





Peperangan  dimulai  11 Desember 1749
sampai dengan 13 Pebruari 1755,
oleh para ahli sejarah perang ini
sering disebut Perang Suksesi Jawa III. Dalam perang ini rakyat Jawa Timur
termasuk Madiun medukung penuh perjuangan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas
Said. pada waktu itu yang menjadi Bupati Madiun adalah Pangeran Mangkudipuro merupakan
Bangsawan dari Surakarta.





Pangeran
Mangkudipuro (1725 – 1755)
berkedudukan di  Istana Kranggan, selaku
Bupati Wedono, membawahi 14 bupati Mancanegara Timur yang memperkuat pertahanan
di wilayah Brangwetan, sedangkan yang memegang pemerintahan sehari-hari
diserahkan kepada seorang Patih sebagai pejabat Bupati Madiun, yaitu Raden
Tumenggung Mertoloyo ( 1726-1749).





Karena Kompeni Belanda sudah kewalahan oleh serangan Pasukan Mangkubumi,
terbukti sebagian besar pesisir utara (pekalongan,tegal dan semarang) sudah
bisa di rebut.  Kemudian Gubernur Jendral
Jacob Mossel yang berkuasa di Bumi Nusantara (1750-1761) menugaskan Jendral Van
Hogendorf untuk mengadakan perundingan (politik Perdamaian) dengan para pemimpin
peperangan tersebut.





Raden Mas Said alias Pangeran Surjokusumo Prang Wadono, Pangeran
Mangkudipuro (Wedono Mancanegara Timur) dan Tumenggung Mertoloyo ( Pejabat
Bupati Madiun) terus menyusun kekuatan dan bertempur melawan Kompeni Belanda,
Raden Mas Said merasa dendam karena ayahnya, Pangeran Mangkunegara ( saudara
Susuhunan Paku Buwono II ) di asingkan oleh Belanda ke Sri langka.





Karena tekanan Belanda, maka tanggal 4 Nopember 1754, Susuhunan Paku
Buwono III mengirim surat kepada neneknya yang tembusannya di sampaikan kepada
Gubernur Jendral Jacob Mossel, isinya sebagai berikut : Saya permaklumkan kepada nenek saya, kepada Tuan Gubernur Jendral,
sesuai surat Gubernur serta Direktur Nicolaos Hartings yang ditujukan kepada
saya, tentang penyerahan setengah wilayah Pulau Jawa yang mencakup Desa dan
cacah jiwa penghuninya kepada Pangeran Mangkubumi, saya amat senang dan
gembira, mudah mudahan penyerahan itu membawa kebahagiaan kepada pulau Jawa.
Yang perlu diperhatikan mohon
dengan hormat jangan kiranya saya dilupakan . segala yang ada dalam hati
cucunda dan tuan, telah tertulis dalam surat ini.


Berdasarkan isi surat tersebut, dibuatlah suatu
perjanjian ” Perjanjian Gianti” Pada Hari Kamis, 13 Pebruari 1755, ini awal pecahnya
Kerajaan Mataram dengan Politik Perdamaian antara Pangeran Mangkubumi, Paku
Buwono III dan Kompeni Belanda, yang isinya antara lain :


  1. Pengangkatan Mangkubumi 
    sebagai sultan yang sah atas wilayah separoh pedalaman Mataram dan
    memerintah propinsi atau distrik di wilayah masing-masing

  2. VOC yang di wakili oleh Gubernur Nicolaos Hartings sejak itu ikut
    mengangkat, menetapkan dan mengakuinya sebagai sultan yang sah atas tanah
    yang diserahkan kepada sultan sebagai tanah pinjaman dengan hak turun
    menurun. ( istilah tanah pinjaman, hal itu dihubungkan dengan yang terjadi
    tahun 1749, sebuah perjanjian antara  Paku Buwono II yang sedang sakit keras
    dengan VOC bahwa Pemerintahan Mataram islam termasuk wilayahnya diserahkan
    ke kompeni.

  3. Sultan, patih, bupati wedana, bupati yang di angkat sultan, sebelum
    melaksanakan tugas diwajibkan menghadap sendiri ke semarang untuk
    menyatakan kesetiaan pada Belanda

  4. Sultan tidak diperkenankan 
    mengangkat dan  memecat
    patih, bupati, wedana sebelum memberi alasan-alasan mengenai pemecatan
    kepada Gubernur Jendral.

  5. Sultan tidak berhak atas daerah pulau Mataram, pesisir Jawa bagian
    utara, daerah tersebut adalah daerah yang sudah di peroleh VOC dari
    almarhun Susuhunan Paku Buwono II pada perjanjian tanggal 18 Mei 1748. Sultan
    akan membantu menjga daerah tersebut, sebaliknya VOC akan membayar jika
    Sultan menyerahkan hasil daerahnya dalam setahun dengan harga yang sudah
    ditetapkan yaitu separoh dari jumlah harga 2000 real spanyol.

  6. Sultan berjanji mengadakan ikatan, memberikan, memerintahkan
    menyerahkan hasil bumi yang ada dan dari daerah pedalaman ke VOC atau
    pihak lain yang mendapat ijin dari VOC untuk berhubungan langsung ke
    pedalaman dengan harga yang sudah ditentukan.

  7. sultan mengakui segala bentuk perjanjian yang pernah di buat oleh
    sultan-sultan sebelumnya yang mendapat persetujuan pula dari VOC antara
    lain perjanjian tahun : 1705, 1733, 1743, 1746 dan 1749.

  8. Jika sultan dan pengganti-penggantinya tak disangka terlebih dulu
    menyimpang dari apa yang ditentukan atau secara sadar merubah persetujuan
    yang bertantangan dengan perjanjian yang telah ada, hak atas seluruh tanah
    di wilayah kasultanan tersebut hilang, artinya tanah pinjaman tersebut
    tadi kembali ke VOC.



Dalam menanggapi isi perjanjian tersebut Prof.
DR. Purbotjaraka : dilihat dari segi adat suku Jawa, perbuatan Paku Buwono II
tersebut sudah selaras dengan adat Jawa, yaitu apabila seseorang akan
meninggalkan rumah, ladang dan pekarangannya, selalu menitipkannya kepada
tetangga terdekat. Jadi VOC tetap tidak berhak menetapkan diri sebagai pemilik
wilayah kerajaan Mataram. Maka Bupati Madiun, Pangeran Mangkudipuro tetap hanya
tunduk pada perintah Sultan.


Berdasarkan Perjanjian Gianti, Mataram di pecah
menjadi dua, pembagian ditentukan bersama oleh Gubernur Hartings dan Hamengku
Buwono didampingi Patih Danurejo I, dan Susuhunan Paku Buwono III yang di
dampingi oleh Patih Raden Adipati Mangkupradja I.  Pembagian wilayah Mataram menjadi : 


1. Kasunanan Surakarta Hadiningrat : Negara
Agung ( sekitar negara/kota) dan Mancanegara, yaitu : Kabupaten Jagaraga
(Ngawi), Ponorogo, separuh Pacitan, Kediri, Blitar, Srengat, Lodaya, Pace
(Nganjuk), Wirasaba (Mojoagung), Blora, Banyumas, dan Kaduwang.


2. Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat : Negari
Agung ( sekitar negara/kota) dan Mancanegara, yaitu : Kabupaten Madiun,
Magetan, Caruban, separuh Pacitan, Kertosono, Kalangbret (Tulungagung), Ngrawa
(Tulungagung), Japan (Mojokerto), Jipang (Bojonegoro), Keras (Ngawi),
Selowarung (Wonogiri), dan grobogan (Jawa Tengah)





Dalam pemerintahan sehari-hari Kabupaten Madiun
mendapat otonomi terbatas sebagai kerajaan, hanya saja dalam hal-hal tertentu
harus tunduk pada Kompeni Belanda. Ikatan VOC tersebut yang dirasakan cukup
berat adalah sistem penyerahan wajib (verplichteleverantien), sesuai perjanjian
diserahkan hasil-hasil bumi tertentu yang harganya ditentukan sangat rendah.
Pada waktu itu penduduk Kabupaten Madiun 12.000 Kepala Somah (kepala keluarga)
disebut ”karya” atau mempunyai tugas didesa dan sebagai pemilik tanah garapan.
Kabupaten Caruban 500 karya. Ketentuan penyerahan wajib adalah dua perlima
bagian dari hasil tanah garapan setahun sekali, yang harus diserahkan pada hari
perayaan Maulud kepada Bupati, kemudian Bupati Wedono dan diserahkan kepada
Kompeni Belanda atau perwakilannya.





Hasil tanah garapan wilayah Madiun , Caruban dan
sekitarnya meliputi : beras, kopi, gula, nila, tembakau dan kapas. Sampai tahun
1800, hasil beras yang wajib diserahkan wilayah Madiun sejumlah 2.000 koyang
(60.000 pikul setahun)


Dalam pemerintahan pangeran Mangkudipuro,
Kabupaten Madiun sengaja memboikot kewajiban-kewajiban pada VOC, tindakan
bupati Madiun ini tidak berarti karena tidak taat pada Sultan Hamengkubowono
tetapi  membela rakyat Madiun.





Kebijaksanaan dari Sultan Hamengkubuwono I, yang
secara kebetulan Kabupaten Sawo (Ponorogo) yang merupakan bagian dari kekuasaan
Yogyakarta ( oleh Jogja dikenal sebagai kukuban ing sak wetane Gunung Lawu )
ada usaha untuk memisahkan diri (mbalelo) dari Kasultanan Yogyakarta, maka Sri
Sultan Hamengku Buwono mengutus Bupati Madiun, Pangeran Mangkudipuro untuk
menangkap hidup atau mati Bupati Sawo dan kawan-kawannya, yang harus diserahkan
sendiri di hadapan sultan.





Menurut catatan Gubernur Pesisir Jawa Bagian
Utara, W.H. Van Ossenberch tanggal 13 Mei 1765, dikatakan bahwa ”wilayah Yogyakarta
di daerah Jawa Timur ( yang dimaksud Kabupaten Madiun dan Sawo ) penguasanya
bertingkah, membangkang VOC  dan tinggal
tunggu saat yang baik untuk mengangkat senjata melawan VOC dan Kasultanan. Penguasa-penguasa
tersebut telah membuat perjanjian rahasia dengan para pejabat pusat Kasultanan Yogyakarta,
antara lain dengan Prabujoko, Malya Kusuma dan para pemberontak lainnya”.
Demikian isi catatan itu.





Pangeran Mangkudipuro yang sebenarnya sudah
mempunyai perjanjian rahasia dengan Bupati Sawo, namun belum siap untuk
meletuskan pemberontakan pada VOC, setengah hati dalam melakukan perintah
Sultan Hamengkubuwono. Dengan pasukan prajurit 
seadanya Pangeran Mangkudipuro berangkat ke Kabupaten Sawo, oleh karena
belum ada kontak terlebih dahulu dengan Bupati Sawo, pasukan Kabupaten Madiun segera
disergap prajurit Kabupaten Sawo. Pangeran Mangkudipuro punggungnya terluka dan
untuk menghindari pertumpahan darah yang sia-sia, Pangeran Mangkudipuro memilih
mundur, kembali ke Madiun. hal ini membuat Sri Sultan marah, maka kedudukan
Wedono Bupati Mancanegara Timur pun dilepas dan  Pangeran Mangkudipuro
disingkirkan dengan diberi kedudukan sebagai Bupati di Caruban.





Pengganti Mangkudipuro, diangkat seorang kepercayaan
Sultan dan merupakan salah satu panglima perang tangguh Kasultanan Yogyakarta
”Raden Prawirosentiko” sebagai Bupati Madiun yang sekaligus merangkap sebagai
Wedono Bupati Mancanegara Timur, dengan gelar Pangeran Ronggo Prawirodirjo I.


Raden Prawirosentiko ( Ronggo Prawirodirjo I )
Bupati Wedono Madiun tahun 1755 – 1784  (
29 tahun)  adalah bangsawan keturunan
Surakarta, namun beliau memilih membantu pemberontakan Raden Mas Said  yang juga bangsawan Surakarta dan berhasil
menduduki tanah Sukowati (sragen).


Pada waktu itu, untuk merebut tanah Sukowati,
Paku Buwono II menjanjikan, barang siapa yang dapat mengembalikan tanah
Sukowati, maka daerah tersebut akan diberikan dan diangkat sebagai penguasanya.
Pangeran Mangkubumi  berhasil merebut
tanah Sukowati dari tangan Raden Mas Said, namun Kompeni Belanda tidak mau
menerima kebijaksanaan dari Susuhunan Paku Buwono II, menyerahkan Tanah
Sukowati pada Pangeran Mangkubumi.





Pangeran Mangkubumi bersatu dengan Raden Mas
Said dan Raden Ronggo Prawirosentiko, mengangkat senjata melawan Kompeni
Belanda yang sudah keterlaluan ikut campur urusan Pemerintah Kerajaan. Raden
Mas Said kemudian diambil menantu oleh Pangeran Mangkubumi dan Pangeran
Mangkubumi kawin dengan adik Ronggo Prawirosentiko yang bernama Raden Adjeng
Manik. Perlawanan dari ketiga tokoh ini mendapat dukungan yang sangat luas dari
rakyat Mataram. 





Sumber Utama : Sejarah Kabupaten Madiun, 1980