Jejak Fermont & Cuypers di Madiun
Fb. Anto
Duo arsitek Arthur Amandus Fermont dan Eduard Cuypers tak hanya meninggalkan karya arsitekturnya di Batavia, Bandung, Bogor, Semarang, Surabaya, atau kota besar lain. Kedua arsitek yang berkibar lewat Biro Arsitek Fermont & Cuypers ini, juga menorehkan karyanya yang jadi landmark Kota Madiun, yakni Balai Kota Madiun.
Fermont & Cuypers mengerjakannya selama tiga tahun, sejak awal peletakan batu pondasi pada 30 November 1929 oleh Walikota Madiun pertama, Roeloef Adrian Schotman, dan isteri Resident Madioen, Ny. E.L.E van Den-Bosch, sebagaimana tercatat pada prasasti batu marmer di lorong gedung (masa itu).
Selain Fermont & Cuypers, ada Marie Celeste Cleton-Lyons Ponsoby, yang menangani dekorasi interior. Marie Celeste lebih populer dengan sebutan Mia Lyons, seniman yang berbakat di zamannya. Ia dikenal sebagai pelukis, juru gambar, dan disainer seni yang sejak tahun 1920 tinggal di Batavia, setelah mendalami ilmu kesenian di Jerman selama 10 tahun, yakni seni lukis di Dresden dan seni drama di Bremen.
Semula, Mia Lyons berkiprah di Jakarta bersama suaminya yang juga pelukis, Frans Cleton. Namun, di tahun 1928 ia memilih Jogya sebagai tempat tinggalnya untuk berkarya di bidang kesenian dan kebudayaan sebagai jalan hidup mereka.
Berbagai lampu hias yang tergantung di ruang Balai Kota adalah hasil kerajinannya. Juga lukisan-lukisan yang menempel di dinding ruangan, panel-panel untuk vitrage dan gorden, kaca jendela patri, serta mebel perabot kantor adalah produk karya galeri seni Mia dan Frans.
Bangunan Balai Kota juga terpasang batu marmer yang perencanaannya dikerjakan oleh Oen Giok Khouw, warganegara Belanda kelahiran Batavia, dikenal sebagai tuan tanah yang dermawan dan pebisnis batu marmer Ai Marmi Italiani yang berkantor cabang di Surabaya dan Batavia sebagai induk perusahaan.
Oen Giok Khouw keturunan keluarga Khouw van Tamboen, yang juga tuan tanah di kawasan Petamburan, Jakarta, pada abad 18. Keluarga Khouw van Tamboen dipercaya oleh pemerintah kolonial sebagai kapiten China yang memimpin warga Tionghwa untuk kawasan Batavia.
Dalam rancang bangun Balai Kota Madiun, Fermont & Cuypers mempertimbangkan cuaca tropis untuk Hindia Belanda, dengan memperbanyak jendela dan koridor-koridor panjang untuk sirkulasi udara agar ruang kerja tidak pengap.
Bangunan menara yang menjulang dimaksudkan untuk ruang indera pengamatan, dan jam dinding yang menempel di tembok sebagai petunjuk waktu untuk masyarakat kota. Di masa itu, belum banyak orang memiliki jam. Harga jam sangat mahal dan tergolong barang mewah, sehingga pemerintah kolonial menghadirkan jam dinding untuk masyarakat kota.
Bangunan Balai Kota yang berdiri di atas lahan 14.100 m2 ini menghabiskan biaya 117.865 Gulden. Sebuah bangunan kantor pemerintah kolonial yang megah dan patut dibanggakan di zamannya.
Sebenarnya Fermont & Cuypers adalah kelompok tiga serangkai bersama satu koleganya Marius Jan Hulswit. Awalnya, ketiganya mendirikan Biro Arsitek Hulswit-Fermont & Cuypers tahun 1914 di Belanda.
Mereka mendapat order ratusan pekerjaan untuk pembangunan Javasche Bank di berbagai kota di Hindia Belanda. Juga pembangunan gereja, sekolah, dan kantor-kantor perniagaan.
Gambar rancang bangunnya dikerjakan di Belanda. Pelaksanaan pembangunannya diserahkan ke kontraktor lokal di Hindia Belanda.
Tahun 1910 mereka buka kantor cabang di Jalan Ketapang, Menteng, Jakarta, dan tahun 1915 buka cabang di Jl Embong Kemiri, Surabaya.
Hulswit meninggal 10 Januari 1921 di Jakarta dalam usia 75 tahun. Jasadnya dimakamkan di Taman Prasasti, Jl Tanah Abang, Jakarta. Sedangkan Fermont dan Cuypers meninggal di Belanda, terbaring di pemakaman Belanda. Namun karya Hulswit-Fermont & Cuypers masih kokoh hingga sekarang, seperti Balai Kota Madiun, Gereja Katedral, Jakarta, Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Bank Mandiri di ujung Jl Pahlawan, Surabaya, dan sejumlah bangunan kolonial di kota besar di Tanah Air.