Sunday, February 14, 2021

SEJARAH PASUKAN SUKARELAWAN PEMBELA TANAH AIR (PETA) DI MADIUN



 SEJARAH PASUKAN SUKARELAWAN PEMBELA TANAH AIR (PETA) DI MADIUN 

Oleh Septian Dwita Kharisma 


1. Pendahuluan 

Pembentukan PETA (Pembela Tanah Air) mulanya berawal pada 7 September 1943 dari permohonan Raden Gatot Mangkoepradja disusul oleh permohonan lain yakni tanggal 13 September 1943, permohonan di sampaikan oleh Sepuluh orang alim ulama terkemuka (Sukadri dkk, 1981: 49) diantaranya, K.H. Mas Mansyur, KH. Adnan, Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Guru H. Mansur, Guru H. Cholid. K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Mohammad Sadri (_, 2005: 35). Sehingga dibentuklah PETA pada 3 oktober 1943, PETA dirancang oleh pejabat-pejabat Angkatan darat ke-16 Jepang sebagai pasukan greliya bantuan yang disentralisasikan untuk disebarkan jika terjadi serangan oleh sekutu ke pulau jawa (Anderson, 1988: 40). Di satu sisi PETA dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang untuk menanamkan jiwa patriotisme pemuda Indonesia, menanamkan cinta tanah air, rasa kebangsaan. Pembentukan Angkatan bersenjata ini disambut oleh para pemuda di berbagai daerah sehingga terbentuknya Kesatuan-kesatuan PETA di seluruh Jawa Terutama di Madiun. 


2. Sejarah PETA di Madiun 


A. Masa Pendudukan Jepang

Pembentukan organisasi militer PETA di tingkat Pusat tersebut disambut oleh daerah-daerah, di Karisidenan Madiun terdapat tiga Daidan diantaranya, Deidan Madiun, Pacitan dan Ponorogo (Sukadri dkk, 1981: 50). luangnya syarat masuk ke dalam PETA yang Tidak melihat Golongan sosial, sehingga Priyayi, pegawai pemerintahan dan guru serta rakyat biasa bisa masuk kedalam PETA, Menjadi anggota PETA diminati oleh para Pemuda Madiun penghidupan para anggota PETA cukup terjamin dan diberi Jatah panga setiap harinya jatah makanan terdiri dari 350 Gram beras, 100 Gram Tapioka dan ditambah ikan asin dan lain-lain (Koesdim dan Soekowinoto 1981: 87). 


Dibentuknya badan pembantu Prajurit PETA, membuat kesejahteraan terjamin, badan ini bertugas meminjami, Peminjaman Uang, pemberian makanan, Pakaian, mengurus kiriman uang, membantu belasungkawa dll (Gunawan, 1981: 44) anggota PETA Dai I Daidan Madiun memiliki barrack yang sering disebut Kesatrian PETA (sekarang menjadi Batalyon 501 di Manguharjo) dan Sedangkan PETA Dai II Chiku Sireibu Chiku Sireibu Iwabe Butai bermarkas di Kompleks Boschbow Oro-oro ombo, Kartoharjo Madiun, Dai II Chiku Sireibu Iwabe Butai sendiri adalah Setingkat Divisi yang membawahi seluruh Daidan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, Soeharto (Mantan Republik Indonesia ke 2) pernah menjabat sebagai Chudanco bagian Kepala Pendidikan di Dai II Chiku Sireibu Iwabe Butai (Negara, 2015: 76). 


Komandan Daidan PETA Madiun ialah seorang Wedana Caruban bernama Agus Thoyib, salah satu komandan kompi ialah seorang guru olahraga Sekolah Menengah Umum R. Soenadi dan Chudanco dijabat oleh Djokosoejono, Sumantri serta Murman Slamet. PETA Madiun di didik dengan disiplin dan keras ala Militer Jepang seperti baris berbaris, penggunaan senjata api, berlatih perang (Perang-perangan) hingga Greliya. 


Ketika ada informasi Soal persiapan Pembrontakan Daidan Blitar pada 14 Februari 1944, Kanpetai (Polisi Rahasia Pasukan Jepang) Daerah Madiun membatasi aktivitas anggota PETA Daidan Madiun dibatasi, seperti tidak boleh keluar malam, penggunaan senjata api dibatasi, berlatih senjata dengan Senjata tiruan, pembagian amunisi juga dibatasi hingga tak Boleh bergerombol lebih dari 5 orang ( _ , 1981: 290). Dari kebijakan Kanpetai Madiun tersebut para anggota PETA Daidan Madiun tidak bisa membantu PETA Blitar untuk menggelorakan perlawanan pada Pemerintahan Pendudukan Jepang di Daerah Madiun, akhirnya rencana pembrontakan lokal yang rencananya dilakukan serentak itu gagal. 


B. Peran PETA Madiun Pasca Kemerdekaan

Informasi proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 baru terdengar di Madiun pada 18 September 1945, para perwira PETA Daidan Madiun dengan tanggap dan sigap merespon berita Kemerdekaan itu dengan melakukan Pelucutan Senjata di markas Kanpetai (sekarang KOREM 081 di Jalan Pahlawan Kota Madiun) dan Markas pasukan Jepang atau Dai Ni chiku Shireibu (sekarang dikenal sebagi Kompleks Boschbouw) bersama massa rakyat dan pemuda Madiun, penyerbuan dan pelucutan Senjata di Markas Kanpetai itu dilakukan oleh Djokosoedjono seorang eks Chudanco PETA Daidan Madiun dan Bupati Madiun Ronggo Koesnindar membujuk Pasukan Kanpetai untuk menyerah serta menyerahkan senjatanya pada militer, rakyat dan pemuda Madiun. Di daerah Madiun eks Anggota PETA Daidan Madiun memiliki kontribusi yang besar Seperti Murman Slamet menjadi pemimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR/TNI sekarang) Kab. Madiun, R. Sunadi mendirikan Polisi Tentara (PT atau CPM sekarang) Detasemen Madiun yang bermarkas di Jalan Pahlawan yang sekrang menjadi Matahari mall, Soemantri menjadi Pemimpin BKR Se Karisidenan Madiun dan Agus Toyib Eks Komandan Daidan PETA Madiun, berpindah menjadi anggota Polisi dengan Pangkat Inspektur Polisi I (Yauwerissa, 2013: 46) sehingga menjadi perwira tinggi di kesatuan Polisi Istimewa (BRIMOB) di Madiun. 


DAFTAR PUSTAKA 

1. Anderson, Ben. (1988) “Revoloesi Pemoeda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa 1944-1946” Jakarta: Sinar Harapan 

2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madiun (2005), Monument-Monument Peristiwa Sejarah Dan Profil Seni Budaya Di Kota Madiun 

3. Gunawan, Putu, Gde, I. (1981) "Madiun shu Pada Masa pendudukan Jepang 1942-1945". Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. (Tulisan tidak diterbitkan) 

4. Sukradi K, Heru. Soewarno, Umiati RA. (1991) “Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) Di Jawa Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional 

5. Negara, Surya, Mansur, Ahmad (2015) “Api Sejarah 2” Bandung: Surya Dinasti 

6. Pemerintah Kabupaten Madiun Tingkat II Madiun (1980), "Sejarah Kabupaten Madiun" 

7. Yauwerissa, Lorenzo (2013) “Pasukan Polisi Istimewa, Prajurit Istimewa Dalam Perjuangan Kemerdekaan Di Jawa Timur” Yogyakarta: Matapadi Presindo

#sejarahmadiun #sejarahperjuangarakyatmadiun #madiuneksplorer #historiavanmadiun #HVM #madiunpeople #sejarahmadiunraya

Monday, February 8, 2021

Mangsa Jawa

Kagem pengenget-enget kula aturaken sebatan wulan lan dinten Jawi, piyantun Jawi sampun ngantos ninggalaken Jawinipun.


A. *Wulan utawi Sasi:*

1. Wadana (Januari)

2. Wijangga (Februari)

3. Wiyana (Maret)

4. Widada (April)

5. Widarpa (Mei)

6. Wilapa (Juni)

7. Wahana (Juli)

8. Wanana (Agustus)

9. Wurana (September)

10. Wujana (Oktober)

11. Wujala (Nopember)

12. Warana (Desember)


B. *Dinten:*

1. Radite (Ahad)

2. Soma (Senin)

3. Hanggara (Selasa)

4. Buda (Rabu)

5. Respati (Kamis)

6. Sukra (Jumat)

7. Tumpak (Sabtu)


Neptunipun dinten:*

1. Ahad     : 5 

2. Senin    : 4 

3. Selasa   : 3 

4. Rabu      : 7 

5. Kamis     : 8 

6. Jum'at   : 6 

7. Sabtu     : 9


C. *PEKENAN/WETON* 

1. Pon      =  Jenar 

2. Wage   =  Cemengan. 

3. Kliwon =  Kasih

4. Legi     =  Manis 

5. Pahing =  Abritan


D. *Neptu Weton:*

1. Pahing : 9 

2. Pon       : 7 

3. Wage    : 4 

4. Kliwon  : 8 

5. Legi       : 5


E. *Arane Wuku*


Sawuku umure seminggu, cacahe Wuku ana 30, yaiku :


1. Wuku Shinta

2. Wuku Landhep

3. Wuku Wukir

4. Wuku Kuranthil

5. Wuku Tolu

6. Wuku Gumbreng

7. Wuku Warigalit

8. Wuku Warigagung

9. Wuku Julungwangi

10. Wuku Sungsang

11. Wuku Galungan

12. Wuku Kuningan

13. Wuku Langkir

14. Wuku Arandhasiya

15. Wuku Julungpujut

16. Wuku Pahang

17. Wuku Kuruwelut

18. Wuku Marakeh

19. Wuku Tambir

20. Wuku Medhangkungan

21. Wuku Maktal

22. Wuku Wuye

23. Wuku Manakil

24. Wuku Prangbabat

25. Wuku Bala

26. Wuku Wungu

27. Wuku Wayang

28. Wuku Kulawu

29. Wuku Dhukut

30. Wuku Watugunung


F. *Arane Sasi Masehi:*


Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, Nopember, Desember


G. *Arane Sasi Jawa lan Sasi Arab*

Sura : Muharam 

Sapar : Syafar 

Mulud : Rabiul awal 

Bakdamulud : Rabiul akhir 

Jumadilawal : Jumadil ula 

Jumadilakhir : Jumadiltsani 

Rejeb : Rajab 

Ruwah : Sya’ban 

Pasa : Ramadhan 

Sawal : Syawal 

Dulkaidah/sela/apit : Zulkaidah 

Besar : Zulhijah 

 

H. *Arane Taun*

Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, Jimakir


I. *Arane Windu*

Adi, Kuntara, Sangara, Sancaya


J. *Arane Wilangan*

Siji       = Eka

Loro     = Dwi

Telu      = Tri

Papat    = Catur

Lima      = Panca

Nem       = Sad

Pitu       = Sapta

Wolu      = Asta

Sanga    = Nawa

Sepuluh = Dasa

Satus    = Sata

Sewu     = Sasra

Sepuluh ewu = Saleksa

Satus ewu = Sakethi

Sayuta = Sayuta


K. *Arane Wayah*

Jam 03:00 : Wayah Fajar Sidik (Bang-Bang Wetan)

Jam 04:00 : Wayah Bedhug Subuh

Jam 05:00 : Wayah Saput Lemah

Jam 06:00 : Wayah Byar

Jam 09:00 : Wayah Tengange

Jam 10:00 : Wayah Wisan Gawe

Jam 12:00 : Wayah Bedhug

Jam 13:00 : Wayah Luhur

Jam 15:00 : Wayah Lingsir Kulon

Jam 16:00 : Wayah Asar

Jam 17:00 : Wayah Tunggang Gunung

Jam 17:30 : Wayah Tribalayu

Jam 18:30 : Wayah Surub/Candrikala

Jam 19:00 : Wayah Bakda Magrib

Jam 19:30 : Wayah Isya’

Jam 20:00 : Wayah Bakda Isya’

Jam 21:00 : Wayah Sirep Bocah

Jam 23:00 : Wayah Sirep Wong

Jam 24:00 : Wayah Tengah Wengi

Jam 01.00 : Wayah Lingsir Wengi


L. *Arane Kiblat*

Lor = Uttara

Kidul = Daksina

Wetan = Purwa

Kulon = Pracima

 

*_Mugi-mugi migunani, sinambi nguri-uri budhaya adiluhung kita, menawi kirang utawi lepat nyuwun koreksi, Matur nuwun._*

Kagem Pangenget-enget Kawula Aturaken Sebutan Wulan Lan Dinten Bahasa Jawi, Piyantun Jawi Sampun Ngantos Nilaraken Jawinipun.

======================



Monday, February 1, 2021

kawruh Jawa

 #Kawruh_Jawa 1 :

Copas saking fb. Basa Jawa Krama

I.  #Araning_Anak_Uwong :

   1. Ontang-anting ---> anak 1 lanang

   2. Unting-unting ---> anak 1 wadon

   3. Uger-uger lawang ---> anak loro 

        lanang kabeh

   4. Kembang sepasang ---> anak loro 

        wadon kabeh

   5. Cukit/cukil dulit ---> anak 3 lanang 

        kabeh

   6. Gotong mayit ---> 3 wadon kabeh

   7. Saramba ---> anak 4 lanang kabeh

   8. Sarimpi ---> anaj 4 wadin kabeh

   9. Pandhawa ---> anak 5 lanang kabeh

 10. Pendhawi/Pancagati ---> anak 5 

        wadon kabeh

 11. Kedhana-kedhini ---> anak 2 lanang,

        wadon

 12. Kedhini-kedhana ---> anak loro 

        wadon, lanang

 13. Pancuran kapit sendhang ---> anak 3 

        , wadon, lanang,wadon

 14. Sendhang kapit pancuran ---> anak 3 

        , lanang, wadon,lanang

 15. Kéblat papat ---> anak 4 lanang, 

        wadon, lanang wadon

 16. Sepasar ---> 5 lanang, wadon

 17. Ipil-ipil/Pipilan ---> anak 5 lanang 1

 18. Padangan ---> anak 5 wadon 1

 19. Pandhawa nyandhangi ---> 6wadon 1 

       waruju

 20. Kembar dhampit ---> anak 2 lanang 

       wadon lair bareng

 21. Kembar ---> anak luwih saka 1 lair 

       bareng lanang wadon, lanang kabeh, 

       wadon kabeh

 22. Grandhel ---> anak pirang-pirang

       sing waruju wadon utawa suwaliké

 23. Géndhong ---> anak lanang pirang-

        pirang sing tengah wadon

 24. Pathok ---> anak wadong pirang-

        pirang, sing tengah lanang

 25. Sumarak ---> anak pirang-pirang, 

       sing lanang luwih akeh

 26. Gilir kacang ---> anak pirang-pirang, 

        gilir lanang wadon

 27. Dhampit ---> kembar lanang wadon

 28. Gondhang kasih ---> anak loro siji 

        bulé siji ireng

 29. Kalung usus ---> anak lair kagubed 

       usus

 30. Lumpat kidang ---> anak pirang-

        pirang ora giliran lanang wadon

 31. Anggana ---> anak pirang-pirang urip 

        siji

 32. Pembarep ---> anak nomer 1

 33. Panggulu ---> anak nomer 2

 34. Pandhadha ---> anak nomet 3

 35. Sumendhi ---> kakang wuragil

 36. Waruju ---> wuragil

 37. Panenggak ---> anak kabeh 5, sing 

        nomer 2

 38. Panenggah/Panengah ---> anak 

        kabeh 5, sing nomer 3

 39. Julung Caplok ---> bocah lair 

        bareng suruo srengéngé

 40. Julung Kembang ---> bocah lair, 

        bareng pletheking srengéngé

 41. Julung Sarab ---> bocah lair 

        ngarepaké surup srengéngé

 42. Julung Sungsang ---> bocah lair 

        wayah bedhug awan

 43. Jempina ---> bocah lair durung 

        wanciné

 44. Margana ---> bocah lair pinuju ibuné 

        lelungan

 45. Wahana ---> bocah lair pinuju ibuné 

        ing pasamuan

 46. Wuyungan ---> bocah lair pinuju ana 

        perang/gegeran

 47. Konduran ---> bocah lair, ibuné séda

 48. Thok-thing ---> bocah lair sirahé cilik

 49. Sumala ---> bocah lair cacat saka jero

 50. Sungsang ---> bocah lair sikilé dhisik

 51. Yatim ---> bocah lair, mung menangi 

        bapaké

 52. Lola ---> bocah ora duwé rama biyung


                            -- wjg --


        II.  #Arané_Sebutan_Turun :

     II. A :  Urut saka anak turun mudhun  :

  1. Anak  --- =  ꦲꦤꦏ꧀

  2. Putu  --- =  ꦥꦸꦠꦸ

  3. Buyut  --- =  ꦧꦸꦪꦸꦠ꧀

  4. Canggah --- = ꦕꦁꦒꦃ

  5. Wareng  --- = ꦮꦫꦺꦁ

  6. Udheg-Udheg --- = ꦲꦸꦝꦼꦒ꧀ꦲꦸꦝꦼꦒ꧀

  7. Gatung siwur --- =  ꦒꦤ꧀ꦠꦸꦁꦱꦶꦮꦸꦂ

  7. Gantung siwur --- = ꦒꦤ꧀ꦠꦸꦁꦱꦶꦮꦸꦂ

  8. Gropak sénthé --- = ꦒꦿꦺꦴꦥꦏ꧀ꦱꦺꦤ꧀ꦛꦺ

  9. Debog bosok --- = ꦢꦼꦧꦒ꧀ꦧꦺꦴꦢꦺꦴꦏ꧀

10. Galih asem --- = ꦒꦭꦶꦃꦲꦱꦼꦩ꧀

11. Gropak waton --- = ꦒꦿꦺꦴꦥꦏ꧀ꦮꦠꦺꦴꦤ꧀

12. Cendhé --- = ꦕꦼꦤ꧀ꦝꦺ

13. Giye --- =  ꦒꦶꦪꦺ

14. Cumple --- =  ꦕꦸꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦼ

15. Ample --- =  ꦲꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦼ

16. Menyaman --- = ꦩꦼꦚꦩꦤ꧀

17. Menya-menya --- = ꦩꦼꦚꦩꦼꦚ

18. Trah-tumerah --- = ꦠꦼꦃꦠꦸꦩꦼꦫꦃ


                    -- wjg --


        II.  B.  #Urut_Munggah :

  1. Trah-tumerah --- =  ꦠꦿꦃꦠꦸꦩꦼꦫꦃ

  2. Menya-menya --- = ꦩꦼꦚꦩꦼꦚ

  3. Menyaman --- = ꦩꦼꦚꦩꦤ꧀

  4. Ample --- = ꦲꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦼ

  5. Cumple --- = ꦕꦸꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦼ

  6. Giye --- = ꦒꦶꦪꦼ

  7. Cendhe --- = ꦕꦼꦤ꧀ꦝꦼ

  8. Gropak waton --- = ꦒꦿꦺꦴꦥꦏ꧀ꦮꦠꦺꦴꦤ꧀

  9. Galih asem --- = ꦒꦭꦶꦃꦲꦱꦼꦩ꧀

10. Debog bosok --- = ꦢꦼꦧꦺꦴꦒ꧀ꦧꦺꦴꦱꦺꦴꦏ꧀

11. Gropak sénthé --- = ꦒꦿꦺꦴꦥꦏ꧀ꦱꦺꦤ꧀ꦛꦺ

12. Gantung suwur --- = ꦒꦤ꧀ꦠꦸꦁꦱꦶꦮꦸꦂ

13. Udheg-udheg --- = ꦗꦸꦝꦼꦒ꧀ꦲꦸꦝꦼꦒ꧀

14. Wareng --- = ꦮꦫꦺꦁ

15. Canggah --- = ꦕꦁꦒꦃ

16. Buyut --- = ꦧꦸꦪꦸꦠ꧀

17. Embah --- = ꦲꦼꦩ꧀ꦧꦃ

18. Rama-Biyung --- = ꦫꦩꦧꦶꦪꦸꦁ

19. Anak --- = ꦲꦤꦏ꧀


                        -- wjg --


      III.  #Arané_Uwong :

  1. Jaka ---> bocah lanang déwasa 

       durung rabi

  2. Jaka lara ---> bojo kawitan

  3. Jaka jebug ---> jaka tuwa

  4. Dhudha ---> wong lanang wis ora 

      duwé bojo

  5. Dhudha kembang ---> dhudha enom 

      ora duwé anak

  6. Dhudha kawuk ---> dhudha tuwa

  7. Dhudha bangsong ---> dhudha mlarat 

      anaké akeh

  8. Dhudha kalung ---> dhudha duwé 

       anak wadon bisa ngopeni

  9. Kaki-kaki ---> wong lanang tuwa 

      banget

10. Prawan ---> bocah wadon déwasa 

      durung rabi

11. Prawan sunthi ---> prawan kencur

12. Prawan gendor ---> prawan kasep

13. Randha ---> wong wadon wis ora 

      duwé bojo

14. Randha tanggung ---> randha enom

15. Randha kembag/wulanjar ---> randha 

      enom 

      durung duwé anak

16. Randha kisi ---> randha duwé anak 

       lanang

17. Randha kasihan ---> randha mlarat 

       anaké akeh

18. Randha keringan ---> randha sugih

19. Nini-nini ---> wong wadon tuwa 

       banget

20. Nyai/Nyi ---> wong wadon sing diajeni


                          -- wjg --


       IV.  #Prenahé_Sedulur :

  1. Anak angkat ---> bocah liya sing 

      diakoni anak

  2. Anak kuwalon ---> anak gawané bojo

  3. Anak mantu ---> bojoné anak

  4. Bapak/Ibu angkat ---> wong liya sing 

      ngakoni anak

  5. Bapak kuwalon ---> bapak sambungan

  6. Bésan ---> wong tuwané bapak/ibu

  7. Budhé/bupuh/uwa ---> mbakyuné 

       bapak/ibu

  8. Bulik/bibi ---> adhiné bapak/ibu

  9. Ibu kuwalon ---> ibu sambungan

10. Ipé ---> seduluré bojo

11. Keponakan ---> anaké sedulur tuwa

12. Maratuwa ---> wong tuwané bojo

12. Misanan ---> sedulur tunggal embah

13. Mindhoan ---> sedulur tunggal buyut

15. Pakdhé ---> kakangé bapak/ibu

16. Paklik/paman ---> adhiné bapak

17. Plunan ---> anaké sedulur enom

18. Putu ---> anaké anak

19. Putu keponakan ---> anaké keponakan

20. Sadulur ---> tunggal bapak ibu

21. Sadulur asu ---> sadulur tunggal ibu 

       séjé bapak

22. Sadulur kuwalon ---> sadulur séjé 

       bapak tunggal ibu

23. Tunggal banyu ---> sadulur 

       tunggal guru

24. Tunggal welad ---> sadulur tunggal 

       bapak ibu


                         -- wjg --


        V .   #Arane_Anak_Kéwan :

  1. Anak ampal ---> embung

  2. Anak angrang ---> kroto

  3. Anak asu ---> kirik

  4. Anak ayam ---> kuthuk

  5. Anak babi ---> gembluk/gemblak

  6. Anak bandeng ---> nener

  7. Anak bantheng ---> wareng

  8. Anak banyak ---> blengur

  9. Anak baya ---> rété/krété

10. Anak bebek ---> meri

11. Anak bethik ---> menter

12. Anak blanak ---> sendha

13. Anak brati ---> tongki

14. Anak budheng ---> kowé

15. Anak bulus ---> kethul

16. Anak cacing ---> lur

17. Anak cecak ---> sawiyah

18. Anak celeng ---> genjik

19. Anak coro ---> mendhet

20. Anak dara ---> piyik

21. Anak dhorang ---> tamper

22. Anak emprit ---> indhil

23. Anak gagak ---> engkak

24. Anak gaah ---> bledug

25. Anak gangsir ---> clondho

26. Anak garangan ---> rasé

27. Anak garengpung ---> drungkuk

28. Anak gemak ---> drigul

29. Anak glathik ---> cecrekan

30. Anak gundhik ---> laron + rayap

31. Anak iwak ---> béyong

32. Anak jangkrik ---> gendholo

33. Anak jaran ---> belo

34. Anak kadhal ---> tobil

35. Anak kakap ---> caplek

36. Anak kalajengking ---> ketupa

37. Anak kancil ---> kenthi

38. Anak kebo ---> gudel

39. Anak kecapung ---> jenthit

40. Anak kemagga ---> ceriwi

41. Anak kepik ---> mreki

42. Anak kidang ---> kompreng

43. Anak kimar ---> kédah

44. Anak kinjeng ---> senggrutu

45. Anak kinjeng dom ---> undur-undur

46. Anak kintel ---> kenthus

47. Anak kethek ---> munyuk

48. Anak kodhok ---> precil

49. Anak kombang ---> engkuk

50. Anak konang ---> éndrak

51. Anak kremi ---> racek

52. Anak kucing ---> cemeng

53. Anak kul/kéyong ---> krikik

54. Anak kupu ---> uler

55. Anak kura ---> laos

56. Anak kutuk ---> kotésan/béyongan

57. Anak kwangwung ---> gendhot

58. Anak laler ---> set/singgat

59. Anak lamuk ---> jenthik

60. Anak lawa ---> kampret

61. Anak lélé ---> jabrisan

62. Anak lemut ---> uget-uget

63. Anak lintah ---> pacet

64. Anak lisang ---> beles

65. Anak lodan ---> jengkélong

66. Anak lutung ---> kenyung

67. Anak luwak ---> kuwuk

68. Anak luwing ---> gonggo

69. Anak macan ---> gogor

70. Anak manuk ---> piyik

71. Anak menjangan ---> kompreng

72. Anak menthok ---> minthi/endhel

73. Anak merak ---> uncung

74. Anak nyambik ---> slira

75. Anak pitik ---> kuthuk

76. Anak pelus ---> sidhat

77. Anak pé ---> genyong

78. Anak pleting ---> jaringan

79. Anak sapi ---> pedhet

80. Anak sembilang ---> lenger

81. Anak singa ---> dibal

82. Anak tambra ---> bokol

83. Anak tawon ---> gana

84. Anak tekek ---> celolo

85. Anak tikus ---> cindhil

86. Anak tongkol ---> cengkik

87. Anak tuma ---> kor

88. Anak ula ---> kisi/ucet

89. Anak urang ---> grago

90. Anak wader ---> sriwet

91. Anak wagal ---> jendhil

92. Anak walang ---> dhogol

93. Anak warak ---> plencing

94. Anak wedhus ---> cempé

95. Anak welut ---> udhet

96. Anak yuyu ---> beyes.


                    -- wjg --


       VI .  #Arané_Godhong :

   1. Godhong aren ---> dliring

   2. Godhong asem ---> sinom

   3. Godhong cocor bebek ---> tiba urip

   4. Godhong dhadhap ---> tawa

   5. Godhong gedhang enom ---> pupus

   6. Godhong gedhang tuwa ---> ujungan

   7. Godhong gedhang garing ---> klaras

   8. Godhong gebang ---> kajang

   9. Godhong jambé ---> pracat/dedel

10. Godhong jarak ---> bledheg

11. Godhong jarak kebo ---> lomah-lameh

12. Godhong jati ---> jompong

13. Godhong kacang brol ---> rendeng

14. Godhong kacang lanjaran ---> 

       lembayung

15. Godhong kates ---> gampleng

16. Godhong kimpul/tales ---> lumbu

17. Godhong kecipir ---> cethethet

18. Godhong kélor ---> limaran/sapu jagat

19. Godhong kemladéyan ---> kumuda

20. Godhong kluwih ---> kléyang

21. Godhong krambil enom ---> janur

22. Godhong krambil tuwa ---> blarak

23. Godhong lempuyang ---> lirih

24. Godhong lombok ---> sabrang

25. Godhong mlinjo ---> eso

26. Godhong pari ---> damen

27. Godhong pring ---> elarmanyura

28. Godhong randhu ---> baladéwa

29. Godhong siwalan ---> lontar

30. Godhong tebu teles ---> momol

31. Godhong tebu garing ---> rapak

32. Godhong téla ---> jlégor

33. Godhong turi ---> pethuk

34. Godhong waluh ---> lomah-lameh

35. Godhong widara putih ---> trawas

36. Godhong wuni ---> mojar


                        -- wjg --


      VII .  #Arané_Kembang :

  1. Kembang aren ---> dangu

  2. Kembang blimbing ---> maya

  3. Kembang blutru ---> montro

  4. Kembang cengkeh ---> polong

  5. Kembang cubung ---> torong

  6. Kembang dhadhap ---> celung

  7. Kembang duren ---> dlongop

  8. Kembang ganyong ---> puspanyidra

  9. Kembang garut ---> grameng

10. Kembang gebang ---> krandhing

11. Kembang gedhang ---> tuntut/ontong

12. Kembang gembili ---> seneng

13. Kembang jagung ---> sinuwun/jeprak

14. Kembang jambé ---> mayang

15. Kembang jambu ---> karuk

16. Kembang jarak ---> juwis

17. Kembang jati ---> janggleng/apa

18 . Kembang jéngkol ---> kecuwis

19 . Kembang kacang ---> besengut

20 . Kembang kanthil ---> gadhing

21 . Kembang kapas ---> kadi

22 . Kembang kara ---> kepek

23 . Kembang kecipir ---> cethethet

24 . Kembang kélor ---> limaran

25 . Kembang kemlandhingan ---> 

      jedhidhing

26 . Kembang kencur ---> sedhet

27 . Kembang kimpul ---> pancal

28 . Kembang kluwih ---> ontel

29 . Kembang kopi ---> blanggreng

30 . Kembang krambil ---> manggar

31 . Kembang krokot ---> nakinik

32 . Kembang lamtara ---> jedhidhing

33 . Kembang lombok ---> menik

34 . Kembang mlinjo ---> uceng/kroto

35 . Kembang nangka ---> angkup

36 . Kembang nipah ---> dongong

37 . Kembabg pandhan ---> pudhak

38 . Kembang pacé ---> sarwenteh

39 . Kembang peté ---> pendul

49 . Kembang pohung ---> ingklik

41 . Kembang pring ---> krosak

42 . Kembang randhu ---> karuk

43 . Kembang salak ---> ketheker

44 . Kembang suruh ---> drenges

45 . Kembang tales ---> pancal

46 . Kembang tebu ---> gleges

47 . Kembang timun ---> montro

48 . Kembang widara putih ---> rejasa


                      -- wjg --


       VIII.   #Arané_Pentil :

01. Pentil asem ---> cempaluk

02. Pentil jagung ---> jaten/putren

03. Pentil jambé ---> bleber

04. Pentil jambu ---> karuk

05. Pentil kacang ---> besengut

06. Pentil krambil ---> bluluk

07. Pentil manggis ---> blibar

08. Pentil nangka ---> babal

09. Pentil pelem ---> pencit

10. Pentil randhu ---> plencing

11. Pentil semangka ---> plonco

12. Pentil mlinjo ---> kroto

13. Pentil timun ---> serit


                         -- wjg --


       IX .   #Arané_Uwoh :

  1. Uwoh aren ---> kolang-kaling

  2. Uwoh bengkowang ---> besusu

  3. Uwoh cengkeh ---> polong

  4. Uwoh gebang ---> krandhing

  5. Uwoh gembili ---> katak

  6. Uwoh jati ---> janggleng

  7. Uwoh kanthil ---> gandhek

  8. Uwoh kélor ---> klénthang

  9. Uwoh kesambi ---> kecacil

10. Uwoh kluwek ---> pocung

11. Uwoh pandhan eri ---> padhaga

12. Uwoh so ---> mlinjo

13. Uwoh tal ---> siwalan

14. Uwoh turi ---> klénthang

15. Uwoh uwi ---> katak

16. Uwoh widara putih ---> anyang


                     -- wjg --


       X .   #Arané_Isi / Wiji  :

  1. Isi asem ---> klungsu

  2. Isi cipir ---> botor

  3. Isi duren ---> ponggé

  4. Isi jambé ---> jebug

  5. Isi kapas ---> wuku

  6. Isi kates ---> trémpos

  7. Isi kluwek ---> pocung

  8. Isi kluwih ---> bethem

  9. Isi krambil ---> kenthos

10. Isi mlinjo ---> klathak

11. Isi nangka ---> beton

12. Isi pelem ---> pelok

13. Isi randhu ---> klentheng

14. Isi salak ---> kenthos/gécol

15. Isi sawo ---> kecik

16. Isi semangka ---> kuwaci


                    -- wjg --


       XI .  #Arané_Uwit :

  1. Uwit aren ---> ruyung

  2. Uwit gedhang ---> debog

  3. Uwit jagung ---> tebon

  4. Uwit jambé ---> pucang

  5. Uwit kacang ---> rendeng

  6. Uwit kapuk ---> randhu

  7. Uwit krambil ---> glugu

  8. Uwit mlinjo ---> eso

  9. Uwit pari ---> damen

10. Uwit pohong ---> bonggol

11. Uwit pring enom ---> bung

12. Uwit pring tuwa ---> bungkilan

13. Uwit siwalan ---> tal/bogor

14. Uwit téla ---> lung


                           -- wjg --


       XII.  #Arané_Papan/Panggonan : 

    1. Alas ---> panggonan thethukulan lan 

         papan uripé kéwan umbaran

    2. Alun-alun ---> papan amba ing 

         satengahing kutha.

    3. Babadan ---> papan kang wis

        dibabadi

    4. Balapan ---> panggonan kanggo adu 

        balap

    5. Balé mangu ---> panggonan kanggo 

        ngadili wong luput.

    6. Bango ---> panggonan kanggo 

        dodolan

    7. Bangsal ---> papan kanggo 

        pasamuan

    8. Besalen ---> papan kanggo mandhé

    9. Beteng ---> témbok dhuwur kanggo 

        nahan mungsuh

  10. Bong ---> kuburan cina

  11. Bothékan ---> wadhah jamu/bumbu 

         masak

  12. Bubat ---> panggonan kanggo adu 

        samubarang

  13. Cangkruk ---> papan kanggo jaga 

         kampung

  14. Clunthang ---> wadhah jangkrik

  15. Éndhong ---> wadhah panah

  16. Épok ---> wadhah kinangan

  17. Esong ---> growongan kanggo papan 

         landhak

  18. Gadhen ---> papan kanggo 

         nggadhekaké barang

  19. Gayor ---> papan kanggo nggantung 

         gong

  20. Gedhogan ---> kandhang jaran

  21. Gedhong ---> omah gedhé kanggo 

         pasamuan

  22. Gerdhu ---> paan kanggo jaga

  23. Glodhogan ---> kanggo omah tawon

  24. Gowok ---> growongan ing uwit 

         kanggo nyusuh manuk

  25. Gréja ---> papan ibadah agama 

         Nasrani

  26. Grobog ---> kothak kayu kanggo 

         nyimpen barang

  27. Gubug ---> omah cilik papan njaga 

         tetanduran

  28. Gudhang ---> papan nyimpen barang

  29. Gupit mandragini ---> papan kanggo 

         saré ratu

  30. Hotel ---> papan séwan panginepan

  31. Iyan ---> wadhah kanggo ngeler sega

  32. Jodhang ---> grobog sing dipikul isi 

         warna-warna panganan

  33. Jumbleng ---> papan kanggo 

         bebuwang kotoran

  34. Jun ---> wadhah banyu kanggo 

         ngangsu

  35. Kabupaten ---> dalemé Bupati

  36. Kadhaton ---> dalemé ratu

  37. Kandhang ---> papan kanggo ngingu 

         kéwan

  38. Kanthong ---> sak klambi/selana

  39. Kanthongan ---> piranti wadhah 

        barang

  40. Kantor ---> papan nyambut gawé 

         ngurusi samubarang keperluan

  41. Klentheng ---> papan ibadah Cina

  42. Klenthing ---> wadhah banyu kanggo 

         ngangsu

  43. Kombong ---> kandhang bebek, pitik

  44. Krangkeng ---> kandhang kewan 

        galak

  45. Kranjang ---> wadhah sing digawé 

         saka anam-anaman pring

  46. Kraton ---> dalemé ratu

  47. Kuburan ---> papan kanggo ngubur 

        wong mati

  48. Kuncung ---> omah cilik ing ngarep 

        pendhapa

  49. Kurungan ---> kandhang manuk, 

        utawa pitik supaya ora lunga

  50. Langgar ---> omah cilik kanggo 

         ibadah wong Islam

  51. Lemari ---> papan kanggo 

        nyenyimpen

  52. Leng ---> omah semut, gangsir

  53. Loji ---> omah gedhé tinggalané 

         Landa

  54. Lumbung ---> papan kanggo

        nyimpen pari

  55. Menara ---> papan dhuwur kanggo 

         pepeling

  56. Mesjid ---> omah gedhé kanggo 

         sembahyang wong Islam

  57. Pacrabakan ---> papan sang wiku 

         paring wulangan

  58. Padaringan ---> papan nyimpen 

        beras

  59. Padasan ---> papan kanggo wudlu

  60. Padhépokan ---> papan pamulangan 

         ing patapan papané pendhita

  61. Paestren ---> sawah ing 

         sapinggiring kali

  62. Paga ---> papan wadhah bekakas 

         pawon

  63. Pagagan ---> lemah kang ditanduri 

         pari gaga

  64. Pagajih ---> lemah sing dumadi saka 

         waledé kali

  65. Pagupon ---> kandhang dara

  66. Paidon ---> papan nggo wadhah idu

  67. Pakunjaran ---> papan kanggo 

         ngunjara/ngukum wong luput

  68. Pamulangan ---> papan kanggo 

         mulang-muruk/sekolahan

  69. Panepen ---> papan kanggo 

         semedi/nepi/tapa

  70. Pantisari ---> omah cilik ing 

        satengahing taman

  71. Papon ---> papan wadhah apu/enjet

  72. Pasanggrahan ---> papan 

         pelereman/panginepan sajabaning 

         kutha

  73. Pasar ---> papan kanggo dol-tinuku 

         barang

  74. Pasétran ---> papan kanggo 

         mbuwang bangké

  75. Patamanan ---> lemah sing ditanduri 

         kekembangan kanggo sesawangan

  76. Patapan ---> papan kanggo tapa

  77. Pawon ---> pérangan omah sing 

         kanggo olah-olah

  78. Payudan ---> papan jembar kanggo 

         adu perang

  79. Pekarangan ---> papan sakiwa-

         tengené omah

  80. Pelabuhan ---> papan kanggo 

         mandhegé prau

  81. Pelataran ---> lemah sangarepé

        omah

  82. Pendhapa ---> perangan omah    

         ngarep, kanggo pasamuan

  83. Pesantren ---> papan kanggo 

         mulang- muruk para santri

  84. Pesisir ---> pinggiré segara

  85. Petarangan ---> panggonan kanggo 

         ngendhog pitik

  86. Pinihan/kwinihan ---> papan kanggo 

         ndhedher winih tanduran

  87. Plangkan ---> papan kanggo 

         ndelehaké tumbak, keris, payung

  88. Plegungan ---> papan éyub kanggo 

         lerené sapi, kebo

  89. Ploncon/plancan ---> papan 

         ndelehaké tumbak, teken

  90. Pluwang ---> luwangan kanggo 

         masangi kéwan alas

  91. Pomahan ---> pekarangan kang 

        didegi omah

  92. Pondhok ---> omah kanggo

         mondhok, ngaji para santri

  93. Pragen ---> wadhah uyah utawa 

        bumbu

  94. Pranji ---> kandhang pitik

  95. Ranggon ---> gubug inh alas kanggo 

         jaga kéwan

  96. Rong ---> leng gedhé omah tikus, 

         ula, menyawak

  97. Rumah sakit ---> papan kanggo 

        ngupakara wong lara

  98. Sanatorium ---> papa kanggo 

         nambani wong lara TBC

  99. Sanggar ---> papan kanggo latihan, 

         utawa semedi

100. Sawah ---> papan kanggo nandur 

         pari, kedhelé, tebu, mbako, lsp

101. Segaran ---> tetironé segara kanggo 

         ngingu iwak

102. Sekolahan ---> papan kanggo sinau, 

         mulang-muruk

103. Selon ---> wadhah bumbu utawa 

         trasi

104. Senthong ---> pérangan sajroning  

         omah kanggo turu, utawa wadhah 

         barang

105. Setasiun ---> papan kanggo 

         mandhegésepur

106. Setren ---> sawah sapinggiré kali

107. Slepen ---> wadhah rokok klobot, 

         utawa mbako

108. Sudhung ---> gegrumbulan omahé 

         celeng

109. Susuh ---> omah manuk, tikus, 

         bajing

110. Tala ---> omah tawon

111. Talun ---> papan ing pangunungan

112. Tambak ---> papan kanggo ngingu 

          iwak ing pesisir

113. Tangki ---> wadhah lenga, gas, lsp

114. Tangsi ---> papan panggonané 

          tentara

115. Tegalan ---> lemah sing ditanduri 

         palawijan

116. Tobong ---> papan kanggo ngobong 

         gamping, gendheng

117. Tulang ---> kothakan cilik kanggo 

         adu jangkrik

118. Warung ---> papan kanggo dodolan 

          panganan

119. Wihara ---> papan ibadah Agama 

         Budha

120. Wrangka ---> wadhah keris


                       ~~ wjg ~~


         XIII. Arané Pagawéyan :

  1. Ajudan ---> kang ngawal Presidhen

  2. Algojo ---> tukang midana wong 

      tumindak ala

  3. Apotéker ---> tukang ngracik obat ing 

      apotek

  4. Arsitek ---> ahli ngrancang bangunan


  5. Bajag ---> rampok, bégal, durjana ing 

      segara

  6. Bakul ---> dodolan barang sarana 

      cilik-cilikan

  7. Batur ---> ngréwangi pakaryan

  8. Bégal ---> durjana ing tengah dalan

  9. Blandhong ---> tukang negor kayu

10. Blantik ---> bakul raja kaya ( kéwan )

11. Buruh ---> nyambut gawé golek opah

12. Cantrik ---> abdi, muridé pendhita

13. Carik ---> juru tulis

14. Dhalang ---> tukang nglakokaké 

       wayang

15. Dhokter ---> pegawéyané nambani 

       wong lara

16. Emban ---> tukang momong ing 

       kraton

17. Empu ---> tukang gawé gaman

      ( keris, tombak )

18. Gamel ---> tukang ngopeni jaran

19. Gandhek ---> tukang nglantataké 

       dhawuhing ratu

20. Gemblak ---> tukang gawé barang 

       saka kuningan

21. Gerji ---> tukang njait klambi, clana

22. Germa ---> tukang mbeburu ing alas

23. Guru ---> gawéyané mulang-muruk

24. Jagal ---> tukang mbeleh kéwan

25. Jlagra ---> tukang natah/gawé barang 

       saka watu

26. Juragan ---> sudagar, sing nguwasani 

       pakaryan

27. Juru basa ---> ahli medharaké basa

28. Juru dang ---> tukang adang

29. Juru kunci ---> tukang njaga/ngrumat 

       pasaréyan

30. Juru nujum ---> tukang meca, 

        methek, ngramal

31. Juru mudhi ---> tukang nglakokaké 

       prau gedhé

32. Juru tambang ---> tukang nglakokaké 

       prau cilik

33. Juru silem ---> tukang nyilem ing 

       segara

34. Juru sungging ---> tukang nggambar

35. Juru tulis ---> tukang nulis ing kantor

36. Kemasan ---> tukang gawaé barang 

       saka emas utawa inten

37. Koki ---> tukang masak ing restoran

38. Kondhektur ---> tukang narik karcis 

       ing njero nis utawa sepur

39. Kundhi ---> tukang gawé barang saka         emas utawa inten

40. Kusir ---> tukang nglakokaké dhokar

41. Kyai ---> ahli babagan agama Islam

42. Madhaharan ---> tukang okah-olah

43. Makelar ---> tukang nglantaraké 

      dol-tinuku

44. Malang ---> polisi désa

45. Mandhor ---> pengaré kuli

46. Masinis ---> tukang nglakokaké sepur

47. Merbot ---> tukang nabuh bedhug

48. Molang ---> bakul rajakaya

49. Montir ---> tukang ndandani mesin

50. Mranggi ---> tukang gawé wrangka

51. Niyaga/Wiyaga ---> tukang nabuh 

       gamelan

52. Pekathik ---> tukang nuntun jaran

53. Palara-lara ---> para nyai cilik

54. Palayangan ---> tukang ngeteraké 

       layang

55. Pandhé ---> tukang gawé barang saka 

       wesi

56. Panegar ---> tukang ngajari jaran

57. Panjak ---> tukang ngladheni pandhé 

       utawa dhalang

58. Pangobeng ---> tukang mbathik

59. Para ---> bakul mas inten

60. Parekan ---> para nyai ing kraton   

       kang katengen

61. Pasindhen ---> wong kang nembangi 

       gendhing gamelan

62. Pawongan ---> wong sing dadi batur

63. Pecalang ---> prajurit sing ngulataké 

       lakuné mungsuh

64. Prajurit ---> pegawéyan mbélani 

       negara

65. Pramugari ---> pegawéyan ngladheni 

       ing montor mabur

66. Pramuwisma ---> tukang ngréwangi 

       pegawéyan ing ngomah

67. Pujangga ---> ahli sastra, 

       pegawéyané ngarang

68. Sarawadi ---> tukang nggosok inten 

       utawa adol inten

69. Sayang ---> tukang gawé barang saka 

       tembaga

70. Sekater ---> tukang taksir rega ing 

       pegadhéyan

71. Sinoman ---> juru ladhen

72. Srati ---> tukang ngopeni gajah

73. Sudagar ---> pedagang gedhé

74. Sopir ---> tukang nglakokaké montor

75. Tandhak ---> tukang njoged ditanggap

76. Tuwa buru ---> abdiné germa

77. Undhagi ---> tukang kayu

78. Waranggana ---> tukang nembangi 

       ing pagelaran wayang, uyon-uyon


                 

Kisah Petualangan Kyai Zainal Abidin Tegalsari ke Selangor dan Perjuangan Kyai Muhammad bin Umar Banjarsari

 ~~~ Kisah Petualangan Kyai Zainal Abidin Tegalsari ke Selangor dan Perjuangan Kyai Muhammad bin Umar Banjarsari ~~~

Copas fb. Subhan Mustaghfirin

Kisah Bagus Harun dari Tegalsari menuju Sewulan, sebuah tanah perdikan bebas pajak pemberian Sinuwun Pakubuwana ll atas jasanya mengembalikan kembali tahta Kertasura menjadi buah bibir orang-orang di timur Gunung Lawu sampai ke Cangkring Pacitan. Tidak ketinggalan putri bungsu Tumenggung Cangkringan Pacitan turut membicarakan kehebatan putra-putra Tegalsari.


Pada waktu itu, Putri bungsu Tumenggung Cangkring Pacitan matur kepada ayahandanya bahwa ia ingin dijodohkan dengan putra Kyai Ageng Tegalsari. Mendengar permintaan putrinya tersebut Tumenggung Cangkringan Pacitan kemudian berangkat menuju Tegalsari untuk menemui Kyai Ageng Tegalsari dan menyampaikan maksud kedatangannya.


Kyai Ageng Tegalsari pun menyambut kedatangan Tumenggung Cangkring dan apa yang dikehendaki oleh putri Tumenggung Cangkring tersebut dengan penjelasan bahwa Kyai punya putra bungsu (putra ke-9) yang bernama Zainal Abidin tapi buruk rupa dan berperawakan cebol, apa sekiranya putri tumenggung mau dengan putra saya tersebut ?


Sebagaimana diketahui Kyai Ageng Muhammad Besari mempunyai 9 putra-putri yaitu:

1.  Kyai Iskak Coper, Ponorogo

2. Nyai Abdurrachman

3. Kyai Jakub

4. Kyai Ismangil

5. Kyai Buchori

6. Kyai Cholifah

7. Kyai Ilyas

8. Nyai Bin Oemar Banjarsari

9. Kyi Zainal Abidin 


Tanpa pertimbangan apapun Tumenggung Cangkring menyetujui, kemudian pulang ke Pacitan sambil berpesan kepada Putra Kyai untuk datang melamar ke Cangkring Pacitan. Selang kemudian Kyai Ageng Tegalsari memanggil putra bungsunya yang bernama Zainal ‘Abidin dan memberitahukan tentang maksud pernikahannya dengan Putri Tumenggung Cangkring Pacitan. 


Singkat kata Kyai Ageng Tegalsari mengutus kakak Zainal ‘Abidin yaitu Ilyas (putra ke-7) untuk mewakili Sang Ayah pergi ke Cangkring Pacitan disertai beberapa santri untuk keperluan meminang Putri Sang Tumenggung bagi adiknya Zainal ‘Abidin dan pinangan pun diterima dengan baik oleh Sanng Putri tanpa perlu melihat wajah calon suaminya. 


Namum ketika rencana pernikahan diatur sedemikian rupa terjadi permasalahan antara kedua mempelai. Ketika acara pertemuan kedua calon pengantin dilangsungkan ternyata Sang Putri menolak setelah melihat calon syaminya buruk rupa dan cebol. Sang Putri nanya mau dinikahkan dengan Ilyas kakak Zainal ‘Abidin yang mewakili sang ayah pada waktu lamaran. 


Singkat kata untuk menyelesaikan permasalahan pelik tersebut, maka akhrinya Iljas yang dikawinkan dengan putri Tumenggung Cangkring dari Pacitan, sedangkan Zainal ‘Abidin sangat malu atas nasib yang menimpa dirinya. Dan atas pertimbangan  tertentu, akhirnya kakak sulungnya Kyai Iskak Coper meminta izin kepada ayahnya untuk membawa serta adiknya Zainal 'Abidin menunaikan ibadah haji ke Mekah. 


Tetapi karena tidak ada biaya untuk memberangkatkan kedua putranya ke tanah suci, Kyai Ageng Tegalsari kemudian melakukan shalat dan bermunajat kepada Allah SWT. Setelah selesai bermunajat maka dipanggilah kedua putranya. "Nak, lihatlah dibawah pasujudan apabila ada emasnya ambillah untuk berangkat kalau tidak ada mungkin Allah SWT masih memberikan kita ujian untuk bersabar."


Maka kedua putra Kyai Ageng Tegalsari pergi menuju tempat pasujudan dan membuka tempat pasujudan. Ternyata di bawahnya ada banyak sekali emas dan mereka mengambil emas secukupnya untuk biaya menunaikan ibadah haji. Setelah memohon restu dan barokah pada kedua orang tuanya keduanya pun berangkat ke Baitullah guna menunaikan ibadah haji dengan menggunakan kapal laut. 


Dikisahkan setelah menunaikan ibadah haji, dalam perjalanan pulang, kapal yang dinaiki keduanya berlabuh di Selangor selama 7 hari dan keduanya meluangkan waktu untuk berjalan-jalan melihat keadaan kota. Ketika kapal sudah mau berangkat Kyai Iskhak Coper memanggil adiknya Zainal ‘Abidin untuk segera naik ke kapal, akan tetapi Kyai Zainal ‘Abidin tidak mau pulang ke Tegalsari karena teringat masa lalunya yang gagal menikah dengan Putri Tumenggung Cangkring Pacitan dan akhirnya dinikahi oleh kakaknya Ilyas. 


Zainal Abidin memilih tinggal di Selangor.daripada pulang ke Tegalsari dengan menanggung rasa malu. Selama tinggal di Selangor Zainal ‘Abidin mengisi hari-harinya dengan melakukan i’tikaf terus-menerus di dalam Masjid Jami' kota Selangor dan menjalani kehidupan sebagai orang musafir.


Pada suatu ketika Putri Paduka Sultan Selangor menderita suatu penyakit yang semakin lama semakin parah dan tidak ada seorangpun yang bisa menyembuhkan. Karena putus asa akhirnya Sang Sultan membuat sayembara : "Barang siapa yang bisa menyembuhkan Sang Putri, kalau laki-laki maka akan diambil sebagai menantu kalau wanita akan dijadikan anak putri  Paduka Sultan Selangor. Sayembara pun bergema sampai pelosok penjuru negeri namun tak satupun yang dapat menyembuhkan penyakit Sang Putri.


Syahdan diceritakan, Zainal Abidin yang sudah dua bulan melakukan i’tikaf di masjid kota bermaksud keluar dari masjid untuk melihat lihat sejenak, dan sesampainya di luar gapura masjid mendengar berita tentang sayembara tersebut. Tergerak hatinya begitu mendengarkan penderitaan Sang Putri yang semakin lama semakin lemah badannya dan semakin menghawarirkan keadaanya. 


Maka diputuskanlah untuk menghadap Sang Sultan disampaikan maksud kedatangannya untuk membantu menyembuhkan Sang Putri. Sang Sultan pun berkenan dan Zainal Abidin dibawa masuk ke ruang Sang Putri untuk mengusahakan penyembuhannya. Atas izin Allah SWT maka Zainal Abidin bisa menyembuhkan penyakit Sang Putri dan alangkah bahagianya sang Sultan melihat kejadian tersebut, maka sesuai dengan janji Sultan Kyai Zainal ‘Abidin diambil menantu dan dinikahkan dengan Putri Sultan Selangor. 


Ayahanda Kyai Ageng Muhammad Besari yang berada di Tegalsari Ponorogo diundang dan disampaikan kepada beliau sebuah pesan bahagia yang di kirim oleh utusan Kesultanan Selangor, Kyai Muhammad Besari beserta keluarga pun turut berbahagia dengan menghadiri pernikahan putra bungsunya Zainal Abidin dengan putri Sultan Selangor. 


Sultan Selangor pun terperanjat kaget, tidak disangka ternyata menantunya adalah seorang putera dari ulama yang termasyhur ke pelosok negeri. Pernikahan Zainal Abidin dengan Putri Sultan Selangor di meriahkan dengan persembahan Kompang dengan sangat meriah, yaitu sejenis musik rebana Islam dari Tegalsari Ponorogo.


Di masa itu, Kompang masih populer di Selangor Malaysia, bahkan kerajaan rumpun melayu sangat menyukai musik ini. Penyebaran kompang pun sampai di Melayu Riau dan Melayu Sumatra. Adapun Kompang di tempat asalnya di Ponorogo, masih diwariskan turun-temurun khususnya ketika ada acara pada majlis pengajian, meskipun popularitas Kompang terkalahkan oleh kesenian Reyog Ponorogo. 


Sekitar tahun 1980-1981-an keluarga Mbah Zainal Abidin Selangor Malaysia masih sempat berziarah ke makam Mbah Kyai Ishak Coper Jetis Ponorogo (kakak sulung Mbah Kyai Zainal Abidin Selagor) dan makam Mbah Kyai Ageng Muhammad Besari Tegalsari Jetis Ponorogo. (Diceritakan langsung oleh Pak Damanhuri, mantan kepala desa Coper Jetis Ponorogo, salah satu keturunan langsung dari Mbah Kyai Ishak Coper Jetis Ponorogo).


~~~~~~~~~~~~~~~~~


Sesudah Kyai Ageng Tegalsari mengangkat semua putra-putrinya kejenjang rumah tangga, tinggal seorang putrinya yang terakhir (kakak Zainal Abidin) yang belum mendapatkan jodoh sehingga menjadi keprihatinan Kyai Ageng Tegalsari. Beliau memohon kehadirat Allah SWT agar putri bungsunya segera mendapatkan jodoh.


Diceritakan bahwa Kyai Ageng Pugeru (Kyai Umar) mempunyai putra lelaki yang bernama Muhammad bin Umar dilamarkan ke Tegalsari oleh ayahnya. Setelah diterima oleh Kyai Ageng Tegalsari, Muhammad bun Umar kemudian dinikahkan dengan putrinya yang ke delapan. 


Bersamaan dengan itu di Mataram, perang tahta Jawa ketiga berakhir dengan disepakatinya perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang membagi Mataram menjadi dua Kasunanan Surakarta untuk Pakubuwana lll dan Kasultanan Ngayogjakarta untuk Hamengku Buwana 1 serta perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757 dimana Raden Mas Said mendapat bagiannya sendiri seluas 2800 hektar dengan 4.000 jiwa yakni Kadipaten Mangkunegaran.


Pada saat trah Mataram masih sibuk berebut klaim atas tahta, RM Sunaka (Pangeran Singosari/Pangeran Arya Prabujaka) salah satu putra Amangkurat 1V (adik sepupu Pangeran Mangkubumi terus melanjutkan perlawanan terhadap VOC. Ia memutuskan pergi ke Malang bersama anak kandungnya yang bernama Raden Mas.


Keberadaan sang pengeran di Malang sangat ditakuti oleh Pangeran Mangkubumi, Pakubuwana lll maupun Pangeran Arya Mangkunegara l. Pasalnya, Pangeran Singasari masih memiliki pengaruh yang sangat kuat di kalangan bangsawan maupun rakyat dengan statusnya sebagai keturunan Raja.


Perlawanan Pangeran Singosari di Malang mendapat dukungan dari keturunan Untung Surapati yaitu Bupati Malang Malayakusuma dan adiknya Tirtanegara, Tumenggung Antang, Wangsanegara, Mas Penghulu dan Jayakysuma. Malayakasuma adalah kakak ipar Pangeran Singosari setelah menikahi salah satu adiknya. Melayakusuma sendiri adalah putra Kartanegara Bupati Lumajang, cucu dari Untung Surapati. 


Pangeran Mangkubumi sempat mengundang Pangeran Singasari 1757-1762 untuk tunduk padanya. Namun ditolaknya. Pakubuwana III pun tak mampu membujuknya untuk tinggal di Surakarta. Dalam babad Mangkubumi disebutkan bahwa Pangeran Singasari menunjukkan gelagat ingin mendirikan kerajaan dengan gelar Pangeran Prabujaya Adi Senapati Ingalaga dan memberi putranya gelar Putra Mahkota Mataram, Kanjeng Pangeran Adipati Anom Hamengkunegara. 


Saat itu Pangeran Mangkubumi dengan orang kepercayaannya yaitu Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko dari Madiun yang bercerita bahwa Pengeran Singosari tidak mau kembali ke ke Mataram. Daripada perang saudara terus berkobar lebih baik dicarikan solusi damai yang tidak menelan lebih banyak korban nyawa. 


Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko memberi saran kepada Pangeran Mangkubumi agar meminta nasehat dan bantuan kepada Kyai Ageng Muhammad Besari dari Tefalsari untuk mengakhiri konflik berkepanjangan dengan saydaranya Pangeran Singosari. Pangeran Mangkubumi pun menyetujuinya dan mengirim Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko untuk menghadap Kyai Ageng Muhammad Besari di Tegalsari. 


Sesampainya di Tegalsari dan mengatakan maksud dan tujuannya menghadap Kyai Ageng memohon bantuan untuk mengembalikan Pangeran Singosari ke Mataram dengan imbalan akan diberikan sebuah tanah perdikan yang bebas dari pajak selama-lamanya. 


Kyai Ageng Tegalsari kemudian memanggil putra menantunya Kyai Muhammad bin Umar yang baru sebulan menikah dan memerintahkan dengan satu perinrmtah : "Hari ini engkau saya utus ke Malang untuk membujuk Pangeran Singosari yang sedang babad alas agar mau kembali ke pangkuan Mataram. 


Kyai Muhammad bin Umar melakukan pendekatan dan strategi yang ganjil dalam melakukan peperangan. Ia memerintahkan pasukan berhenti di dekat sungai Brantas, dan mendirikan kemah di sana. Beberapa prajurit diperintahkan menanak nasi, sementara beliau sendiri memilih menunaikan shalat.


Kyai Muhammad Bin Umar memerintahkan 40 orang prajurit dan santri untuk berangkat menuju Malang. Perang diselesaikan tanpa berdarah-darah. Kyai Muhammad bin Umar masuk ke istana Singosari dengan didampingi Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko. Mengetahui kedatangan Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko, Pangeran Singosari memerintah senopati untuk menangkap Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko. 


Tetapi Kyai Muhammad bin Umar menerangkan segala maksud tujuannya menemui Pangeran Singosari dan Tumenggung hanyalah mengantarkan dirinya yang diutus oleh Kyai Ageng Muhammad Besari dari Tegalsari. 


Setelah keduanya berbicara panjang lebar akhirnya ada kesepakatan bahwa Pangeran Singosari mau pulang ke Mataram dengan Kyai Muhammad bin Umar sebagai jaminanan atas keamanan Pangeran Singosari. Adapun Tumenggung Ronggo Prawiro Sentiko diutus berangkat dahulu guna memberitahu Pangeran Mangkubumi. 


Pangeran Singosari sebenarnya heran bukan kepalang. Kemana pasukannya yang hebat dan pernah mengempaskan pasukan Mataram itu? Ia tak bisa menjawab. Tak ada yang bisa menjawab. Misteri baru terkuak, saat rombongan pergi meninggalkan Singosari. Prabu Joko melihat banyak anak kecil yang membawa galah bambu dan panah kecil. Mereka mirip betul dengan tentara Mataram.


Rombongan berlalu melewati anak-anak kecil itu. Pangeran Singosari dengan masih menyisakan keheranan, menoleh ke belakang, dan alangkah kagetnya dia: anak-anak kecil itu hilang dan yang terlihat adalah para prajurit Singosari prajuritnya sendiri. Jelaslah semuanya: ia kalah wibawa di hadapan Kyai Muhammad Bin Umar.


Keberhasilan Kyai Muhammad bin Umar membawa Pangeran Singosari ke Mataram tanpa pertumpahan darah membuat Pangeran Mangkubumi gembira dan terkesan. Sebagai hadiah, Kyai Muhammad Bin Umar dipersilakan memilih wilayah hutan di mana pun juga di bawah kekuasaan Mataram untuk dijadikan desa perdikan. 


Kyai Muhammad bin Umar memilih sebuah tanah di dekat Desa Sewulan yang ditinggali Kyai Ageng Basyariyah, putra murid Kiai Muhammad Besari. Di utara sungai Catur, ia memberi nama desa itu Desa Banjarsari. Kyai Muhammad Bin Umar memimpin Perdikan Banjasari selama 44 tahun. Ia meninggal pada 1807 atau 1227 hijriah. Ia mewariskan sebuah masjid, Al-Muttaqin, yang didirikannya pada 29 September 1763.


Dari sinilah beliau mulai meretas keberadaan desa perdikan Banjarsari yang kelak oleh anak keturunan Kyai Muhammad Bin Umar yakni Kiai Ali Imron memecah desa itu menjadi dua bagian Banjarsari Wetan seluas 500 hektare dan Banjasari Kulon 700 hektare


Sumber:

Bayt al Hikmah Institute Kiai Ageng Muhammad Besari Sosok Mahaguru Para Maharaja

Sejarah Kyai Ageng Muhammad Bin Umar

http://masjidbinumar.blogspot.com/2017/01/sejarah-kyai-ageng-muhammad-bin-umar.html?m=1

https://youtu.be/wTQuLzvGye0