Sunday, August 22, 2021

Sejarah Munculnya Dan Perlawanan Kelompok Samin di Madiun Tahun 1908 - 1914

 

Sejarah Munculnya Dan Perlawanan Kelompok Samin di Madiun Tahun 1908 - 1914

(Septian D Kharisma)
Historia van Madioen

Munculnya kelompok Samin di Madiun pada dasarnya adalah imbas dari gerakan kelompok Samin di Blora, pimpinan Samin Surosentiko. Pengikut Samin Surosentiko yang menyebar ke seluruh daerah di Jawa tengah dan Jawa timur termasuk ke Madiun, kelompok  Samin yang menyebar ke Madiun ini membawa isu yang sama dengan gerakan Samin di Blora

yaitu tentang Tanah, Pajak, hutan dan masalah bersifat fundamental yang memang mengarah ke problematika dasar Masyarakat Pribumi (Wong Cilik) yang bertepatan dengan situasi politik yaitu diturunkannya kebijakan tanam paksa dan kerja rodi oleh kolonial Belanda.


Wongsorejo sebagai pengikut Samin Surosentiko menyebarkan nilai-nilai di Saminisme di Jiwan Kabupaten Madiun pada tahun 1908, Wongsorejo selama di Madiun melakukan Propaganda dan penghasutan pada rakyat desa jiwan untuk melawan Belanda dengan cara tidak membayar pajak


Akhirnya Pemerintah Belanda mengutus Bupati Madiun yang saat itu dijabat oleh R.H.T. Kusnodiningrat untuk memadamkan gerakan perlawanan kelompok kelompok Samin pimpinan Wongsorejo tersebut dengan cara persuasive, Cara Bupati Madiun tersebut dapat meredam aktivitas kelompok Samin di Madiun serta membuat Wongsorejo  dua pengikutnya dapat ditangkap. Mereka diasingkan oleh pemerintah kolonial ke luar jawa yaitu Api-api (Pantai Timur Sumatra) lalu dan Pasar Tais (Bengkulu).

Ditangkap dan diasingkannya Wongsorejo, belum dapat sepenuhnya menghilangkan 

ajaran dan perlawanan kaum Saminis, pada tahun 1914 munculah saminis yang bernama Projodikromo yang berprofesi sebagai petani, yang tinggal di dusun Plosorejo Madiun. 

Awalnya Projodikromo merekrut 24 orang untuk mendukung gerakannya, selanjutnya ia melakukan aksi melawan Belanda dengan menipu petugas pajak. Projodikromo berkata pada masyarakat dan pengikutnya bahwa pajak akan dinaikan oleh pemerintah kolonial. 

Aksi tersebut meresahkan pemerintah kolonial akhirnya pemerintah kolonial mengutus kembali Bupati Madiun untuk melakukan pendekatan persuasive pada para pengikut Samin, sehingga sekali lagi kelompok Samin di Madiun dapat diredam dan Projodikromo ditahan di penjara Negara Madiun (Rumah Tahanan Militer atau RTM Madiun di jalan Ahmad Yani Kota Madiun, sekarang)  selanjutnya diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda di luar jawa.


Kelompok Samin pada umumnya dapat diredam dengan mudah dengan pendekatan 

persuasive yang dilakukan oleh bupati Madiun, di kabupaten Madiun gerakan Samin pada tahun 1908 dan 1914 dapat dihentikan secara efektif, melalui intervensi bupati yang bijaksana sehingga berhasil membujuk para penganut Samin untuk keluar dari kelompoknya.

Kebijaksanaan dari pemerintah kabupaten Madiun saat itu dan pembuangan pemimpin kelompok Samin di luar Jawa, membuat kelompok Samin tidak dapat muncul kembali. Hancurnya kelompok Samin di Madiun karena  kolompok samin kurang memiliki pondasi yang kuat dari segi keyakinan dan pemahaman tentang ajaran Samin, sehingga kelompok Samin daerah Madiun dapat di gulung dengan mudah oleh pemerintah kolonial dengan bantuan pemerintah tradisional Madiun / Bupati Madiun.

Di tahun 1914, Pasca Gerakan perlawanan Samin di Madiun ini. Bupati Madiun R.H.T Koesnodiningrat, berhasil menghapuskan kebijakan Kerja Rodi yang dicanangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Kebijakan kerja Rodi inilah yang telah membebani rakyat dan membuat rakyat Madiun bergejolak.

*Catatan

1.lokasi penyebaran Ajaran dan kelompok Samin tahun 1908: desa Bedoho, Ngetrep, Bibrik, Gading, Sidorejo, Nangkrik di Kecamatan Jiwan, di desa Tiron dan Pelempayung kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

2.lokasi penyebaran Ajaran dan kelompok Samin tahun 1914: desa Simo, Tapellan, Bulakrejo di distrik Madiun, desa Mraoe, distrik Caruban, dusun Plosorejo, desa Simo, dan Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun

*kolom 1 Foto samin surosentiko dan Pengikutnya

*Daftar Pustaka di Kolom 2 dan 3




Sejarah Munculnya Dan Perlawanan Kelompok Samin di Madiun Tahun 1908 - 1914



Sejarah Munculnya Dan Perlawanan Kelompok Samin di Madiun Tahun 1908 - 1914

(Septian D Kharisma)
Historia van Madioen

Munculnya kelompok Samin di Madiun pada dasarnya adalah imbas dari gerakan kelompok Samin di Blora, pimpinan Samin Surosentiko. Pengikut Samin Surosentiko yang menyebar ke seluruh daerah di Jawa tengah dan Jawa timur termasuk ke Madiun, kelompok  Samin yang menyebar ke Madiun ini membawa isu yang sama dengan gerakan Samin di Blora

yaitu tentang Tanah, Pajak, hutan dan masalah bersifat fundamental yang memang mengarah ke problematika dasar Masyarakat Pribumi (Wong Cilik) yang bertepatan dengan situasi politik yaitu diturunkannya kebijakan tanam paksa dan kerja rodi oleh kolonial Belanda.


Wongsorejo sebagai pengikut Samin Surosentiko menyebarkan nilai-nilai di Saminisme di Jiwan Kabupaten Madiun pada tahun 1908, Wongsorejo selama di Madiun melakukan Propaganda dan penghasutan pada rakyat desa jiwan untuk melawan Belanda dengan cara tidak membayar pajak


Akhirnya Pemerintah Belanda mengutus Bupati Madiun yang saat itu dijabat oleh R.H.T. Kusnodiningrat untuk memadamkan gerakan perlawanan kelompok kelompok Samin pimpinan Wongsorejo tersebut dengan cara persuasive, Cara Bupati Madiun tersebut dapat meredam aktivitas kelompok Samin di Madiun serta membuat Wongsorejo  dua pengikutnya dapat ditangkap. Mereka diasingkan oleh pemerintah kolonial ke luar jawa yaitu Api-api (Pantai Timur Sumatra) lalu dan Pasar Tais (Bengkulu).

Ditangkap dan diasingkannya Wongsorejo, belum dapat sepenuhnya menghilangkan 

ajaran dan perlawanan kaum Saminis, pada tahun 1914 munculah saminis yang bernama Projodikromo yang berprofesi sebagai petani, yang tinggal di dusun Plosorejo Madiun. 

Awalnya Projodikromo merekrut 24 orang untuk mendukung gerakannya, selanjutnya ia melakukan aksi melawan Belanda dengan menipu petugas pajak. Projodikromo berkata pada masyarakat dan pengikutnya bahwa pajak akan dinaikan oleh pemerintah kolonial. 

Aksi tersebut meresahkan pemerintah kolonial akhirnya pemerintah kolonial mengutus kembali Bupati Madiun untuk melakukan pendekatan persuasive pada para pengikut Samin, sehingga sekali lagi kelompok Samin di Madiun dapat diredam dan Projodikromo ditahan di penjara Negara Madiun (Rumah Tahanan Militer atau RTM Madiun di jalan Ahmad Yani Kota Madiun, sekarang)  selanjutnya diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda di luar jawa.


Kelompok Samin pada umumnya dapat diredam dengan mudah dengan pendekatan 

persuasive yang dilakukan oleh bupati Madiun, di kabupaten Madiun gerakan Samin pada tahun 1908 dan 1914 dapat dihentikan secara efektif, melalui intervensi bupati yang bijaksana sehingga berhasil membujuk para penganut Samin untuk keluar dari kelompoknya.

Kebijaksanaan dari pemerintah kabupaten Madiun saat itu dan pembuangan pemimpin kelompok Samin di luar Jawa, membuat kelompok Samin tidak dapat muncul kembali. Hancurnya kelompok Samin di Madiun karena  kolompok samin kurang memiliki pondasi yang kuat dari segi keyakinan dan pemahaman tentang ajaran Samin, sehingga kelompok Samin daerah Madiun dapat di gulung dengan mudah oleh pemerintah kolonial dengan bantuan pemerintah tradisional Madiun / Bupati Madiun.

Di tahun 1914, Pasca Gerakan perlawanan Samin di Madiun ini. Bupati Madiun R.H.T Koesnodiningrat, berhasil menghapuskan kebijakan Kerja Rodi yang dicanangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Kebijakan kerja Rodi inilah yang telah membebani rakyat dan membuat rakyat Madiun bergejolak.

*Catatan

1.lokasi penyebaran Ajaran dan kelompok Samin tahun 1908: desa Bedoho, Ngetrep, Bibrik, Gading, Sidorejo, Nangkrik di Kecamatan Jiwan, di desa Tiron dan Pelempayung kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun.

2.lokasi penyebaran Ajaran dan kelompok Samin tahun 1914: desa Simo, Tapellan, Bulakrejo di distrik Madiun, desa Mraoe, distrik Caruban, dusun Plosorejo, desa Simo, dan Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun

*kolom 1 Foto samin surosentiko dan Pengikutnya

*Daftar Pustaka di Kolom 2 dan 3




Monday, August 9, 2021

Tahun Baru Jawa

 SELAMAT TAHUN BARU KȆJAWEN


Memadukan penanggalan Śaka Jawa yang mempergunakan peredaran matahari dan bulan sebagai basic perhitungan dengan penanggalan Hijriyah Islam yang mempergunakan peredaran bulan saja sebagai basic perhitungan, pada tahun 1555 Śaka Jawa, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma, Raja Mataram ke-3 yang memerintah pada 1613-1645 Masehi, mengesahkan adanya kalender baru bagi Tanah Jawa, yaitu Kalender Jawa atau Kalender Kêjawen. Perhitungan tahun tidak dimulai dari tahun 1, melainkan meneruskan perhitungan tahun Śaka Jawa yang sudah menginjak tahun 1555. Ini terjadi tepat pada tahun 1633 Masehi. Sistem perhitungan rumit dan pelik Śaka Jawa hampir semua di adopsi namun kebanyakan sudah diubah namanya menjadi nama-nama Arab. Bahkan nama bulan pun juga mempergunakan nama-nama Arab. Paling kentara adalah penamaan nama hari yang semula mempergunakan nama Kawi diubah menjadi nama Arab.


1. Radite – Ahad (logat Jawa : Ngahad)

2. Soma – Itsnain (logat Jawa : Sênen)

3. Anggara – Tsalatsah (logat Jawa : Sêlasa)

4. Budha – Arba’ah (logat Jawa : Rêbo)

5. Rêspati – Khomsah (logat Jawa : Kêmis)

6. Sukra – Jama’ah (logat Jawa : Jumngat)

7. Tumpak – Sab’ah (logat Jawa : Sêbtu)


Nama-nama bulan pun juga diubah dari Kawi ke Arab.


1. Warana– Syura (logat Jawa : Sura)

2. Wadana– Shofar (logat Jawa : Sapar)

3. Wijangga– Rabi’ul Awwal/Maulid (logat Jawa : Mulud)

4. Wiyana– Rabi’ul Akhir/Ba’da Maulid (logat Jawa : Bakda Mulud)

5. Widada– Jumadil Awwal (logat Jawa : Jumadilawal)

6. Widarpa– Jumadil Akhir (logat Jawa : Jumadilakir)

7. Wilapa– Rojab (logat Jawa : Rêjêb)

8. Wahana– Arwah (logat Jawa : Ruwah)

9. Wanana– Ramadlan (logat Jawa : Ramêlan/Pasa)

10. Wurana– Syawal (logat Jawa : Sawal)

11. Wujana– Dzulqoidah (diganti Sêla)

12. Wujala– Dzulhijjah (diganti Bêsar)


Masih banyak nama-nama Kawi diganti menjadi nama Arab yang cenderung Islami, termasuk pembagian perhitungan waktu dalam Jawa semenjak jaman Buda yang dibagi menjadi 5 waktu dalam sehari semalam diganti menjadi :


1. Maheśwara diganti Ahmad (logat Jawa : Akmad)

2. Wiṣṇu diganti Jabarail

3. Brahmā diganti Ibrahim

4. Śrī diganti Yusuf(logat Jawa : Yusup)

5. Kāla diganti Izrail(logat Jawa : Ngijrail)


Pendek kata, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma ingin menunjukkan kepada dunia Islam, khususnya kepada Kekhalifahan Turki Utsmani yang merupakan pusat Kekhalifahan Islam pada waktu itu bahwa beliau benar-benar berkomitmen menyebarkan Islam di Tanah Jawa tidak hanya setengah-setengah. Karena upayanya tersebut, beliau mendapat gelar Sultan dari penguasa Ka’bah pada 1641 Masehi. Sebelumnya beliau hanya mempergunakan gelar Kangjêng Susuhunan Prabhu Anyakrakusuma. Kalender Jawa yang disahkan oleh beliau resmi menjadi kalender Jawa-Islam alias Kalender Kêjawen. Demikian kenyataan dan faktanya.


Pada awalnya ketika disahkan, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555, dimulai pada hari Jum’at Lêgi. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Jamngiyah (Jam’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Ajugi, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Jum’at Lêgi.


Pada 1 Sura tahun Alip 1675, dimulai pada hari Kêmis Kliwon. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Kamsiyah (Khamsiyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Amiswon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Kêmis Kliwon.


Pada 1 Sura tahun Alip 1795, dimulai pada hari Rêbo Wage. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Aboge, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Rêbo Wage.


Pada 1 Sura tahun Alip 1915, dimulai pada hari Sêlasa Pon. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Asapon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Sêlasa Pon.


Masa kita sekarang telah mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah). Ini berlaku semenjak 19 Oktober 1982 Masehi. Celakanya di pedesaan Jawa masih banyak yang tidak memahami pergantian Kurup (Huruf) ini sehingga mereka tetap mempergunakan perhitungan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) atau Aboge. Hasilnya, semenjak tahun 1915 Jawa atau 1982 Masehi, tanggal 1 Sura di pedesaan akan maju satu hari. Menjadi kewajiban kita sebagai pemerhati budaya untuk meluruskan hal ini agar tidak berlarut-larut sehingga menyebabkan adanya kesalahan fatal dalam perhitungan hari karena kalender Jawa menyangkut dengan pemilihan hari baik dan buruk.


Sesuai Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) atau Asapon, tahun baru Sura atau tanggal 1 Sura tahun Alip 1955 kali ini, jatuh pada hari Sêlasa Pon atau bertepatan dengan tanggal 10 Agustus 2021. Yang masih mempergunakan Aboge tahun baru Sura mempergunakan hari Rêbo Wage tanggal 11 Agustus 2021, dan perhitungan itu salah. Pelurusan perlu digalakkan.


Sugêng warsa enggal Kêjawen


Sêlasa Pon, 1 Sura 1955 Alip, Wuku Kulawu, Windu Sangara.


Cantrik Patêmbayan Jawadipa boleh ikut memperingati tahun baru Kêjawen. Sêsajian dan ritual segera saya berikan via Group Cantrik Sari, Cantrik Jêro dan Cantrik Jaba.


Mugi tansah pinaringan têguh rahayu slamêt tan ana baya-bayane, luput ing sambekala. Tansah satuhu rahayu. Sarwa hayu!


Ki Ajar Jawadipa.


Bogor, 31 Juli 2021 sore (Sudah masuk malam Minggu Wage)

Copas : Damar Sasangka