Monday, January 21, 2019

Awal Kolonialisme di wilayah Karesidenan Madiun

Secara resmi Belanda menguasai wilayah Madiun tahun 1830, namun pasukan-pasukan belanda telah beberapa kali memasuki wilayah ini, diantaranya saat pengejaran Pemberontakan Trunojoyo ke wilayah Kediri pasukan VOC dipimpin Kapten Tack pada tahun 1678, kemudian saat perlawanan Bupati Ronggo Prawirodirjo III tahun 1810, Letnan Paulus dan sersan Laberfield beserta 12 prajurit Kavaleri ikut menyertai prajurit Jogjakarta.

Ketika Inggris menggantikan kekuasaan Belanda (1811-1816) mereka mencoba menyewa daerah Kedu dan pacitan untuk keperluan pertahanan dan perdagangan, tanpa banyak halangan para pangeran melepaskan pada pihak Inggris. Setelah 1816 akibat perjanjian Wina, Belanda menguasai Jawa kembali termasuk Pacitan  wilayah yang sebelumnya disewa oleh Inggris. Maka Pacitan bisa dikatakan sebagai wilayah pertama di Karesidenan Madiun yang mencicipi Kolonialisme.

Mengapa Pacitan? Dalam kisah babad Pacitan. Bupati pertama Pacitan Kyai Natapraja (1755-1792) ditunjuk oleh Sultan Hamengkubuwono I, bergelar Mas Tumenggung Setrawijaya, namun oleh para ahli nujum dinasti ini diramal tidak akan bertahan lama.
Jayaniman yang sudah ngrasuk agama Islam, seorang keturunan kyai Buwana keling guru sakti dan menguasai wilayah pacitan yang masih menganut Budo, saat Kyai Buwana Keling sekarat terbunuh oleh musuh (penyebar agama Islam)  sempat bersabda bahwa keturunanya kelak akan menjadi penguasa di sini.

Pada suatu saat karena takut ramalan tersebut, Setrawijaya memanggil Jayaniman untuk dijadikan modin dan guru Agama di desa Tanjung sebagai upaya merangkul rival politik sang Bupati.

Pada tahun 1811 Inggris mendarat di Jawa, beberapa mereka ditemani Pangeran Mangkunegara berkunjung ke Pacitan. Setrawijaya panik, karena mengira mereka datang bersama tentara VOC untuk menaklukan Pacitan. Ia kemudian bersama pengikutnya meninggalkan ndalem kabupaten. Saat itu Modin Jayaniman muncul menyambut orang Inggris dan memberi keterangan dengan sopan dan baik. Ketika Inggris pergi, mengangkat Jayaniman sebagai ngabehi (wedana) Arjowinangun dengan julukan Pancagama (lima agama / mengacu pada pandangan Jayaniman).

Setrawijaya meninggal usia tua dan digantikan putranya yang lahir dari seorang putri Sultan Jogja dengan gelar Setrawijaya II. Tahun 1816 Belanda berkuasa kembali. Belanda bertanya pada Setrawijaya II di depan paseban para Wedana dan lurah. "Raden Tumenggung, berapa pohon kopi yang bisa dirawat oleh satu orang?" "Sekitar dua puluh lima" jawab Setrawijaya, dan semua yang hadir mengangguk.
Kemudian Belanda bertanya pada Pancagama "Benarkah kamu mampu menggerakan rakyat supaya masing-masing mau menanam seratus pohon?" Pancagama menjawab bahwa bahkan menanam lebih dari seratus pohon dimungkinkan tanpa menyebabkan kerusakan rakyat kecil. "Jika demikian, kamulah seharusnya menjadi bupati." Lalu lanjut dalam Babad, Belanda bertanya apakah Pancagama mampu mempertahankan diri dari kemungkinan perlawanan Bupati Setrawijaya II. Pancagama, memastikan ia tak kan mundur sejengkalpun.

Tak lama setelah peristiwa itu Belanda menunjuk Pancagama sebagai pengganti Setrawijaya II dengan gelar Mas Tumenggung Jagakarya (pengawas produksi / mengacu pada perkebunan kopi) Jagakarya bisa dikatakan sebagai orang Pacitan asli sebagai trah Kyai Buwana Keling yang bisa mewakili sosok seorang jago yang sakti dan berbudi luhur. Jagakarya memiliki 10 anak, Mas Karyadipura kemudian menggantikannya sebagai Bupati Pacitan dengan gelar Jagakarya II.

Kekacauan Perang Jawa 1825-1830  juga melanda Pacitan, Jagakarya I di asingkan di Besuki hingga di suruh tinggal di Kraton Surakarta dan mendapat gelar kyai Jimat oleh Susuhunan Surakarta. Tuan Plissingen datang menetap di Pacitan dan memerintahkan penanaman kopi dan lada.

Pada akhirnya perang jawa 1825-1830 berakibat semakin memudarnya kekuasaan raja Jawa bahkan runtuh di wilayah mancanegara. Raja sudah tidak peduli, bupati dan rakyat mancanegara melihat bahwa menjalin hubungan kembali dengan para pangeran berarti mereka akan memikul beban berat. Belanda lslu memutuskan untuk mengambil alih tanah mancanegara, hal ini menjadi sebuah nasib wilayah madiun. Pada saat itu gubernur jendralnya Van Den Bosch, mengusulkan untuk menaikan pangkat para bupati mancanegara dan mengatur pemerintahan di wilayah ini seperti di Priangan, karena para bupati di Priangan adalah sekutu terbaik Belanda.

Setelah mancanegara di ambil alih Belanda pada tahun 1830 , mereka harus segers mengatur administrasi karena di mulainya tanam paksa. Pada 1832 L De Launy di angkat sebagai Residen pertama di Madiun juga asisten Residen untuk Ngawi, Ponorogo dan Pacitan sedangkan Magetan menyusul tahun 1866.

Residen kedua E. Francis menjabat 1836-1840 bahwa jumlah bangsawan Jawa terlalu banyak hingga membebani penduduk. Pada awal pemerintahan Belanda, dua kabupaten dari total 32 dihapuskan, pada 40 sampai 50 tahun kemudian , Belanda terus mengurangi jumlah kabupaten hingga tahun 1877 jumlah kabupaten tinggal 5 (Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo dan Pacitan)

Prinsip jabatan  turun temurun yang di janjikan Belanda pada elite lokal diberlakukan secara terbatas. Penghapusan beberapa kabupaten menimbulkan reaksi di kalangan priyayi. Beberapa keributan terjadi ketika kabupaten Arjowinangun dihapus tahun 1849 dengan alasan bupati pengganti tidak mempunyai kenampuan dan wilayah kabupaten ini terlalu kecil dan tidak penting. Namun para bupati sekitarnya menemukan bahwa penghapusan kabupaten ini berdasar perjanjian rahasia pada th 1839 ysng berbunyi bahwa kabupaten Purwodadi, Jogorogo, Sumoroto, Arjowinangun akan dihapuskan pada waktunya. Keluarga bupati yang kabupatennya di hapus semua diberi pensiun yang cukup mendapat prioritas dalam posisi di pemerintahan dan pendidikan. Namun tidak semua priyayi mendapatkan posisi yang baik di pemerintahan. Pada 1860 , kegelisahan para priyayi ini sempat terdengar oleh pemerintah pusst di negeri Belanda ketika kabupaten Jogorogo di hapuskan pada waktu itu. Kementrian koloni lantas melarang menghapuskan sebuah kabupaten tanpa persetujuan mereka.

Dirangkum dari buku: Madiun dalam kemelut sejarah.

Thursday, January 17, 2019

Sejarah Lapangan Terbang Iswahjudi

Lanud Iswahjudi

Lanud Iswahjudi adalah lapangan udara yang merupakan warisan Militaire Luchtvaart  yaitu angkatan udara pemerintah Hindia Belanda ketika masih memerintah di wilayah nusantara.
Lapangan Udara ini dibangun pada tahun1939 menjelang Perang Dunia II untuk kepentingan militer pemerintah Hindia Belanda dan sekutu dalam perang Pacifik menghadapi tentara kerajaan Jepang.

Pembangunan Pangkalan Udara Maospati oleh Hindia Belanda dengan dua landasan pacu berukuran 1586 x 53 meter.

Pada tahun1941 Militaire Luchtvaart menempatkan satu skadron tempur di Maospati, dengan pesawat Curtiss 75A-7 Hawk.
Pada akhir tahun dua skuadron tempur diaktifkan dengan kekuatan pesawat Curtiss Wright 21B Interceptor dan diadakan mobilisasi perang untuk menghadapi serbuan tentara Jepang. 

Lapangan Udara ini juga sempat digunakan oleh pesawat Boeing B-17 Flying Fortress, sebuah pesawat pengebom pengintai sayap rendah milik Amerika Serikat ketika Perang Dunia II.

Pada tahun 1942,Lapangan Udara Maospati sempat dibumi-hanguskan oleh pemerintah Hindia Belanda ketika mereka kalah perang dan diusir dari wilayah nusantara oleh tentara Jepang. Belanda menyerah kepada Jepang Tanggal 8-3-1942 Pangkalan Udara Maospati dikuasai Angkatan Laut Jepang (Kaigun Kokusho). Disamping Angkatan Laut ditempatkan pula Batalyon Angkatan Darat (Rikugun) yang bertugas sebagai Pasukan Pertahanan Pangkalan. Pangkalan ini juga digunakan untuk menyimpan segala jenis motor pesawat buatan Jepang. Jika pangkalan lain memerlukan mesin pesawat maka dipasok dari Pangkalan Maospati.

Pada tahun 1945 ,tentara Jepang kalah perang melawan Sekutu dan ketika negara kita merdeka maka Lapangan Udara Maospati otomatis menjadi milik kita dan nama Lapangan Udara Maospati berubah menjadi Pangkalan TNI AU Iswahjudi berdasarkan Surat Keputusan Menteri / Panglima Angkatan Udara Nomor : 564 Tanggal 4 Nopember1960. 

Pada jaman dulu Lapangan Udara di hampir wilayah Nusantara yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda,agaknya merupakan hasil gusuran
Lapangan Udara Maospati pun berdiri di lahan hasil gusuran,karena berdasarkan buku "Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950" (2008), untuk membangun Pangkalan Udara Iswahjudi, pemerintah harus menggusur beberapa bagian wilayah Desa, yaitu Desa Ngujung, Desa Ronowijayan, Desa Kinandang, Desa Setren, Desa Kleco, Desa Kincang Kulon,Desa Pandeyan dan Desa Mranggen. 

Warga yang digusur mendapat uang ganti rugi dan pindah ke desa lain yang mereka inginkan. Sebagian ada juga yang ikut bedol desa atau meninggalkan desa bersama orang sedesa ke sebuah desa baru. 

Warga Desa Pandeyan, misalnya, pindah ke Desa Bogorejo, sementara warga dari Desa Ronowijayan berpindah ke lahan yang kemudian bernama Sukolilo.

Sumber:
Fanspage FB. Kabar EMCE
http://www.lanud-iswahjudi.mil.id/

Thursday, January 10, 2019

Madiun berubah manjadi Purbaya

Ekspansi militer Panembahan Senopati dari Mataram terhadap Purabaya bukan sekedar memperluas wilayah sebuah kerajaan baru, setelah menundukan aliansi brang wetan dan mengambil putri Pangeran Timur sebagai istri permaisuri, hal ini sebuah keberhasilan Mataram mengaitkan seorang kasta bawah dari mataram dengan keluarga raja-raja Demak , Pajang dan raja-raja Majapahit  terakhir juga para wali.

Selama periode mataram, wilayah Madiun adalah sebagai Mancanegara Timur , yang dibagi menjadi beberapa kadipaten yang membawa nama beberapa adipati penting dinasti Mataram. Wilayah Madiun-Ponorogo (tanah kekuasaan keluarga Bathara Kathong) di beri nama Purbaya- seorang pangeran Mataram. Gelar ini bukan gelar yang bisa diturunkan; biasanya gelar Pangeran Purbaya diberikan pada saudara laki-laki dsn penasehat dan penasehat utama raja. Pangeran Purbaya mungkin adalah putra senopati dan Ratu Retno Jumilah dan setelah itu ada tradisi untuk mengawinkan pangeran Purbaya berikutnya dengan keluarga Kajoran. Politik penundukan ini tidak berhasil , karena nantinya Kajoran akan menjafi pimpinan kekuatan melawan dinasti ini.
Keluarga Kajoran diturunkan dari Bathara Kathong dan masih berkaitan dengan Pangeran Timur dan semacam keluarga wali yang dihormati masyarakat.

Mataram menyatukan wilayah sekitarnya dengan politik saling mengawinkan. Hal ini harapkan akan memastikan loyalitas dan menyandera anggota keluarga penting mereka di istana kerajaan.

Sumber: Ong Hok Ham, Madiun dalam Kemelut Sejarah

Saturday, January 5, 2019

YP 17 Dari Brigade Tempur Ke Brigade Pembangunan

Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”
Dari Brigade Tempur Ke Brigade Pembangunan

Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” merupakan sebuah lembaga pendidikan swasta dimaksudkan sebagai monumen hidup oleh dan dari warga bekas pasukan Tentara Pelajar Ex. Brigade 17, sebagai salah satu sarana guna kelanjutan perjuangan ex Brigade 17 sesudah selesai menunaikan tugas perjuangan merebut kemerdekaan Bangsa.
Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” sudah dirintis berdirinya sejak tahun 1954 dengan sekolah-sekolahnya mulai Taman Kanak-kanak sampai dengan Akademi telah memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak dan pemuda terutama dari masyarakat di desa-desa yang dahulu telah memberikan dukungan maupun bantuan ikhlas bagi perjuangan ex Brigade 17 sebagai perwujudan balas budi serta memberi pelayanan khusus bagi putra-putri warga ex Brigade 17 dan veteran pejuang kemerdekaan RI yang kurang mampu dengan keringanan-keringanan dan pembebasan biaya sekolah. Maka dengan kesadaran dan sengaja lokasi sekolah-sekolah Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” sebagian besar ditetapkan di desa-desa diluar kota besar. Demikian penjelasan singkat ketua umum Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”  Bapak Drs. Anwar Rasjid, BcHk dalam sebuah pengantar buku Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” tahun 1980.

Sejarah Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”
Lahirnya Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” tidak lepas dari pembubaran pasukan pemuda pelajar, yang pembentukannya pada tahun 1945 telah dirintis oleh para pemuda pelajar yang tergabung dalam IPI (ikatan Pelajar Indonesia). Pada tanggal 1 April 1950 seluruh pasukan pelajar yaitu Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), Tentara Genie Pelajar (TGP), Tentara  Pelajar (TP) yang tergabung dalam Brigade 17 di demobilisasikan dan seluruh anggotannya dikembalikan ke masyarakat serta sebagian besar kembali ke bangku sekolah sampai melanjutkan ke Perguruan Tinggi, sebagian terbesar di Yogyakarta. Sebagai kelanjutan demobilisasi TP Be. 17 tersebut , sebagai bentuk kelanjutan persatuan wargadengan identitas dan idealism perjuangannya, pada tahun 1952 diselenggarakan konggres bekas TP Detasemen III Brigade 17 di Yogyakarta dan melahirkan Organisasi Keluarga Bekas Tentara Pelajar (KBTP) dengan program perjuangan kemmasyarakatan dalam kelanjutan perjuangan mengisi kemerdekaan. Sebagai salah satu program , maka pada tahun 1954 oleh para warga KBTP di Yogyakarta diselenggarakan adanya sekolah yaitu SMA dan SGA dengan pengajar para warga yang pada waktu itu sebagai mahasiswa di berbagai fakultas, dengan nama sekolah SMA “Garuda” dan SGA “Garuda” dan nama ini diambil dari nama kompi II Det. III Be. 17 (kompi Garuda)’
Setelah itu pada tahun 1956 telah pula didirikan SMP yang diselenggarakan oleh organisasi Petema (Pengerahan Tenaga Mahasiswa) yang juga dipelopori oleh para Ex. TP mahasiswa Universitas Gajah Mada di Yogyakarta.
Setelah adanya 2 kegiatan tersebut , maka dirasa perlu adanya wadah perjuangan yang lebih mampu memadukan, menampung dan meningkatkan lagi aspirasi dan prestasi kemasyarakatan yang ingin dicapai.maka ditetapkanlah sebuah kelembagaan yang permanen dan lahirlah Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” pada tanggal 17 September 1957 di Yogyakarta, suatu lembaga pendidikan sebagai manifestasi, bentuk maupun sarana dan arena kelanjutan perjuangan warga ex Brigade 17 guna pengabdiannya bagi pembangunan bangsa. Serta pada tahun berikutnya dilaksanakan pengembangan  Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Semboyan          : DARI BRIGADE TEMPUR KE BRIGADE PEMBANGUNAN
Motto                   : PRO PATRIA

Kedudukan Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”
Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” merupakan Lembaga Pendidikan Swasta Swadaya para pelajar pejuang Ex Brigade 17, dengan sekolah-sekolah dibawah naungannya yang berstatus “Berbantuan Pemerintah” menurut Surat Keputusan Menteri P.P dan K Nomor: 24001/BL tanggal 20 Agustus 1963. Sekarang menyelenggarakan sekolah dari TK sampai dengan Akademi dan lembaga kursus dengan beberapa sekolah telah berstatus  subsidi pemerintah. Pada tahap awal  dari sekolah-sekolah ini semua tenaga pengajar terdiri dari warga ex. Brigade 17 , dengan status guru Negeri diperbantukan.

Landasan dan Sistem Pedidikan Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”
  1. Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” mendasarkan perjuangan serta pengabdiannya pada doktrin serta nilai-nilai proklamasi 17 Agustus 1945 dengan landasan moral ideal Pancasila sebagai Falsafah Bangsa.
  2. Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” melalui predikat namannya berpegang pada angka 17, mengandung makna  selalu akan konsekwen berpegang teguh pada rasa solidaritas Korp  Brigade 17 serta mempertumbuhkan  terus tradisi spirit maupun semangat patriotisme Tentara Pelajar Brigade 17 pada masa perjuangan kemerdekaan.
  3. Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” melaksanakan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran berdasarkan sistem Pendidikan Nasional Pancasila dengan TRI DHARMA UPAYA, suatu sistem pendidikan dan pengajaran untuk mengantarkan anak didik melalui suatu kejiwaan cipta, rasa, karsa bertujuan menumbuhkan dan membentuk manusia Indonesia yang berwatak, berilmu serta berketrampilan dengan penerapan sikap asih, asah, asuh terhadap anak didik.


Tujuan Pendidikan Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”
  1. Menumbuhkan dan membentuk manusia Indonesia yang memiliki kepribadian dan watak dengan idealism kebangsaan Pancasila berikut kemantapan keimanannya terhadap ke-Tuhanan YME dan sanggup berjuan membela kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia.
  2. Menghasilkan tenaga yang memiliki ilmu, cakap dan berketrampilan untuk berkarya dengan kesediaan pengabdiannya guna pembangunan Bangsa dan Negara Indonesia.
  3.  Ikut serta membantu penyelenggaraan Program Nasional di bidang pendidikan guna pembangunan sebagai kelanjutan perjuangan kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia

Sekolah Perintis Berdirinya Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas”
No
Daerah
Sekolah
Berdiri
Kasek
Penanggung jawab
1.
2.
3.
D.I. Yogyakarta
SMA Garuda
SGA Garuda
SMP Yogyakarta
1954
1954
1956
R.M. Ismandji K
Bambang Suroto
Sakri Sambodja
Anwar Rasjid (Ketua umum KBTP)
Sutopo(Ketua PETEMA)
Mulyono (Kuasa YP 17)

 Sekolah Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” Daerah Jawa Timur
No
Nama Sekolah
Th. Berdiri
tempat
Jml siswa
Jml kelas
Jml/status Guru
Jml Kwalf.guru
Waktu sekolah
Ujian
Hasil Ujian (%)
Gedung
Tanah
Kasek






negeri
subsidi
honor
Ex. Be.17
umum
Remaja penerus






1
SMP Tujuh Belas
1974
Gresik
209
6
1
-
10
-
-
11
Siang
sendiri
92
Sewa
-
Soemarjani
2
SMP Tujuh Belas
1964
Nglegok
528
10
1
-
19
2
10
8
Pagi
Sendiri
94
Milik
Milik
Slamet Sucipto
3
SMP Tujuh Belas
1978
Pare
140
4
1
-
11
-
5
6
Siang
-
-
Sewa
-
Suyati
4
SMP Tujuh Belas
1976
Surabaya
371
6
-
-
22
7
10
5
Pagi
Sendiri
90
Milik
Hak pakai
Toewoeh Soetomo
5
SMA Tujuh Belas
1959
Malang
127
4
3
-
16
3
14
2
Siang
Sendiri
93,5
Pinjam
-
Sasono Hadipranoto
6
SMA Tujuh Belas
1959
Blitar
198
5
2
-
22
2
17
5
Siang
Sendiri
90
Sewa
-
Slamet Sucipto
7
STM Tujuh Belas
1966
Malang
99
3
-
-
23
5
11
7
Pagi
Sendiri
90,4
Sewa
-
Suparlim, BA
8
STM Tujuh Belas
1964
Madiun
496
11
4
-
38
5
34
3
Pagi
Sendiri
96,3
Milik
Milik
Eddy Sarjono, BA
9
STM Tujuh Belas
1971
Tl. Agung
201
4
-
-
21
3
14
4
Pagi
Sendiri
95
Milik
Sewa
Suripto Ariwi
10
STM Tujuh Belas
1965
Lumajang
435
13
-
-
31
-
-
31
Pagi
Sendiri
92
Milik
Sewa
Kabul Suharman
11
STM Tujuh Belas
1974
Jember
129
4
-
-
15
-
-
15
Sore
Digabung
80
Pinjam
-
Ruhito
12
SMEA Tujuh Belas
1969
Pare
399
10
-
-
20
1
29
-
Siang
Sendiri
98
Pinjam
-
Kardjono,BA
13
SMEA Tujuh Belas
1964
Ponorogo
280
6
3
-
16
1
9
9
Siang
Sendiri
96
Sewa
-
Hinarto, BA
14
SMEA Tujuh Belas
1964
Selorejo
247
6
-
-
17
2
8
7
Siang
Sendiri
98
Milik
Milik
E. Gatot BA
15
SPG Tujuh Belas
1965
Selorejo
232
6
-
-
20
1
15
4
Pagi
Sendiri
81
Milik
Milik
E. Gatot BA
16
SMP Tujuh Belas
1959
Selorejo
816
16
2
-
19
2
-
19
Pagi
Sendiri
99
Milik
Milik
E. Gatot BA





Perkembangan Yayasan Pendidikan  "17" di Madiun

Sejak lahirnya Yayasan Pendidikan “Tujuh Belas” pada tanggal 17 September 1957 di Yogyakarta, penyelenggaraan sekolah Yayasan Pendidikan "Tujuh Belas" di Madiun diawali berdirinya SMP "Tujuh Belas" sekitar tahun 1959 kemudian berdiri STM "Tujuh Belas" di Jl. Merapi Kota Madiun dengan kepala sekolah Bapak Darno pada tahun 1964 kemudian Bapak Darmoyo-Bapa Sarjono, BA-Bapak Surjanto Budiwalujo-Bapak Samiadi sampai dengan tahun 2020 dengan menempati gedung sekolah sendiri di Jl. Gajah Mada No. 25 dengan nama SMK YP 17-1 Madiun. Pada tahun 80-an juga berdiri SMA "Tujuh Belas" dan SMPS "Tujuh Belas" sekarang menjadi SMK YP 17-2 Madiun yang dulu bertempat di SD Panggung alun-alun utara, mulai tahun 2013 sudah punya gedung sendiri di Jl. Ringroad Barat Kota Madiun, berkat usaha dari pengurus Perwakilan dan Yayasan Pendidikan 17 Jatim.


Dikutip dari : Buku Yayasan Pendidikan “tujuh Belas”
diterbitkan oleh Bagian Humas Yayasan “Tujuh Belas” Tahun 1980