![]() |
Lereng Wukir Mahendra |
Perdikan Pacalan
Kanjeng kiyai Adipati
Purwodiningrat adalah berasal dari Madura, generasi IV dari Panembahan
Cakraningrat I ( R. Praseno) semula beliau mempunyai kedudukan sebagai bupati
Pasuruan ( daerah Sabrang wetan), dalam kedudukan ini beliau sering berhadapan /
bertentangan dengan Belanda, sehingga beliau memerlukan untuk “meguru” Beliau
mendapatkan seorang guru yang sakti, sangat dihormati dan ditaati, kemana pun sang
guru pergi, diikutinya. Pada waktu itu beliau sebgai bupati di Pasuruan mempunyai nama RadenTumenggung SOSROWINOTO. Dalam sejarahnya beliau ini
berputra 13 orang, diantaranya yang tertua dijadikan permaisuri oleh kanjeng Sinuhun
Sultan Hamengku Buwono II dari Jogjakarta , oleh karena itu putri tertua ini
disebut Kanjeng Ratu Agung.
Pada suatu waktu sang guru yang
diikuti oleh R.T. Sosrowinoto sampai pada suatu daerah yang masih kosong
(alami) dan termasuk dalam daerah kekuasaan Sultan Yogyakarta, terletak di
lereng Gunung Lawu sebelah timur. R.T. Sosrowinoto
sebagai mertua kanjeng Sultan Hamengku Buwono II diberi kedudukan oleh Sultan
sebagai Bupati Magetan dan diberi gelar Kanjeng kiyai Adipati Purwodiningrat.
Dalam nama atau gelar tersebut tersirat kedudukan beliau sebagai bupati
(adipati) dan kesalehan beliau sebagai Kiyai dalam bidang spiritual. Adapun
nama kanjeng Kiyai Kembang Sore yang lebih terkenal ini dihubungkan dengan
cerita / legenda kesaktian beliau untuk menanam biji bunga jika pada waktu sore
hari, paginya telah berkembang semerbak; jika ditanam waktu pagi, pada sore nya
biji tadi sudah tumbuh dan berkembang. Kesaktian ini cukup terkenal sampai
daerah yang jauh.
Terpetik pula cerita suatu ketika
kiyai Ageng Kembang Sore menerima 2 orang tamu ( Kiyai Ageng Ronggo Sulih dan
Kiyai Ageng Sampung) yang berniat datang mengajak adu kesaktian. Ternyata dalam
adu kesaktian 2 tamu tadi mengalami kekalahan. Yang dalam bahasa Jawa disebut
“Panglurugannya ke pancal” Atas petunjuk kanjeng Kiyai Kembang Sore tempat
beradu kesaktian tadi diberi nama “PANCALAN”, yang kemudian lambat laun menjadi
PACALAN.
Kanjeng Kiyai Ageng Kembang Sore
setelah wafat dimakamkan di Pacalan (kidul) makamnya masih dapat kita kunjungi dan hormati
hingga sekarang.
Tanggal 27 Bulan Rajab tahun 1740
Jawa / 1812 masehi Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat wafat. Atas kehendak
beliau sendiri minta dimakamkan disamping makam kanjeng Kiyai Kembang Sore. Dengan
demikian yang dimakamkan di Makam Pacalan Kidul antara lain : Kiyai Ageng
Kembang Sore, Kanjeng Kiyai Adipati Purwodiningrat , serta 3 orang sahabat Kyai
Ageng Kembang Sore, yaitu: Kyai Ambarsari, Kyai Noyowongso, dan Kyai
Sorowongso.
Setelah wafatnya Kanjeng Kiyai
Adipati Purwodiningrat, oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (yang juga terkenal
dengan nama sultan Banguntopo) ditunjuk seorang juru kunci dengan tugas merawat
dan memelihara makam mertuanya di Pacalan dan diberi kekuasaan sebagai Kepala
Desa Perdikan dengan sebutan Kiyai secara turun temurun. Hal ini berlangsung
terus hingga 12 Februari 1962 ; pada waktu itu sesuai aturan pemerintah status
DesaPerdikan dihapus. Hingga semenjak
itu kepala desa Pacalan tidak lagi mempunyai sebutan Kiyai dan kedudukan,
pengangkatan dan pemilihannya disesuaikan dengan prosedur pemerintahan Republik
Indonesia.
Catatan tambahan mengenai nama Kembang Sore.
Nama “Kembang Sore” ini bukan
nama sesungguhnya, tetapi merupakan sebutan atau julukan seseorang yang
dijunjung tinggi ; adalah kurang pantas , jika rakyat banyak menyebutnya dengan
nama asli. Konon menurut yang diceritakan oleh ayahnya Bapak Aboe Amin kepada
putranya, waktu beliau mengantarkan Bapak Kiyai Takeran ( Kasan Ngulomo) untuk
berziarah di makam Kyai Ageng Kembang Sore , ada suara “uluk salam” dari dalam
makam yang menandakan diterimanya kedatangan mereka. Waktu ditanyakan nama asli Kiyai Ageng disebutkan NORODIPO.
Desa Perdikan Pacalan Kidul dan Pacalan Lor
Seperti diuraikan diatas, Sri
Sultan Hamengku Buwono II menunjuk seorang Juru Kunci yang juga berkebiasaan
sebagai Kepala Desa Perdikan Pacalan. Beliau ini adalah suami cucu Kanjeng
Kiyai Adipati Porwodiningrat, ialah Cokrodirono, menantu putri ke-2
Konon sewaktu putri ke 11 Kanjeng
Kiyai Adipati Purwodiningrat (R.A. Mertowongso) menghadap kanjeng ratu Agung
(kakaKnya; Istri HB II) mohon “kekuasaan”, oleh beliau diputuskan pernawolo
(surat perintah) untuk membagi bumi Pacalan menjadi dua, ialah Pacalan Lor dan
Pacalan Kidul, karena bumi Pacalan juga cukup besar. Dengan begitu ditetapkan
Desa Pacalan Lor dengan ditunjuk R. Mertowongso sebagai kepalanya, tetapi juga
mewajibkan kiyai pemimpin agama Islam
dengan demikian terbentuklah :
1. Desa
Perdikan Pacalan Kidul dengan Cokrodirono sebagai Kiyai Pacalan Kidul ke 1 dan
2. Desa
Perdikan Pacalan Lor dengan Mertowongso sebagai Kiyai Pacalan Lor ke 1
Perlu diketahui bahwa Nyai Mertowongso
adalah bulik dari Nyai Cokrodirono ,
karena Nyai Mertowongso adalah putri ke 11 dan Nyai Cokrodirono adalah anak
wanita dari putri ke 2 R.T. Sosrodipuro ( menantu putri ke 2 Kanjeng Kiyai Adipati
Purwodiningrat).
Kiyai Dermosentono
Nyai Dermosentono adalah putri
Nyai Cokrodirono, yang suaminya diberi tugas sebagai juru kunci makam Pacalan
dan berkedudukan sebagai kepala Desa Perdikan Pacalan (Kiyai Pacalan Kidul ke-1)
Karena sampai waktunya dewasa belum mendapatkan suami, maka terucaplah prasetya
nya untuk sanggup dikawini seorang laki-laki, sekalipun sebagai istri ke-2 atau
ke-3 sekalipun. Hal ini terdengar oleh seorang kiyai Kepala Perdikan di lereng
sebelah barat Gunung Lawu yang sudah beristri seorang wanita yang cacad
(tunawicara) beliau ini adalah R. Darmosentono , seorang Kiyai Kesayangan
Kanjeng Sinuhun Paku Buwono di
Surakarta. Dengan seijin istri dan Sinuhun beliau datang di Pacalan dan menikah
dengan putri R. Cokrodirono, kiyai Pacalan kidul ke-1. sepeninggalR.
Cokrodirono maka R. Dermosentono menggantikannya sebagai Kepala DesaPerdikan
Pacalan Kidul ke-2 dan mendapatkan 3 orang anak (wanita, laki-laki dan wanita)
Syahdan pada waktu suatu ketika
R. Dermosentono sowan menghadap Kanjeng
Sinuhun Solo. Oleh Sinuhun ditanyakan tentang pernikahannya di seberang timur
gunungLawu dan berapa banyak putra yang diperolehnya. Pada waktu disebutkan
keadaan para putranya , kanjeng Sinuhun ingin mundut putra lelakinya untuk
diasuh dan dibesarkan di keraton solo. Ketika pemundutan ini disampaikan kepada
istrinya, maka menangislah beliau karena tidak ingin melepaskan putra laki-laki
satu-satunya ini. Dengan cara menyembunyikan putranya ini tercapailah kehendak
kanjeng Sinuhun; sebagai akibatnya R. Dermosentono terpaksa meninggalkan Ny.
Dermosentono sendiri di Pacalan dengan doa semoga keturunannya di kemudian hari
mendapatkan derajat yang tinggi. Putra lelaki ini yang nantinya menggantikan
kedudukan kepala Desa Perdikan Pacalan Kidul ke-3 ialah Eyang Kasan Besari
Urutan Kiyai Pacalan Kidul / Lor
/ Kepala Desa Perdikan
R. COKRODIRONO Kiyai Pacalan / Kepala Desa Perdikan
Desa Perdikan Pacalan Kidul
1. R.
Cokrodirono
2. R.
Dermosentono
3. R.
Kasan Besari
4. R.
Purwo Sudarno
5. R.
Suryo Sudarmo
6. R.
Suryo Harjono
Desa Perdikan Pacalan Lor
1. R.
Mertowongso
2. R.
Joyo Puspito
3. R.
Joyo Ngulomo
4. R.Purwo
Ngulomo
5. R.
Parto Ngulomo
6. R.
I.B. Parto Kusumo
Sumber: Buku Silsilah Keluarga
Kiyai Pacalan.
No comments:
Post a Comment