Sunday, August 30, 2020

Latihan test IQ

 *TEST IQ ANDA*

Klik tautan dibawah ini:

http://bit.ly/TestIQAnda

Screenshoot hasilnya di kolom komentar ini yaa..  (optional)

Yang jujur saja ya

00 - 29 = idiot

30 - 40 = keterbelakangan mental

50 - 69 = IQ sangat rendah

70 - 79 = bodoh

80 - 89 = lambat

90 -109 = rata - rata

110 - 119 = normal bright

120 - 129 = cerdas

130 - 139 = sangat cerdas (superior)

140 > = genius

monggo.., dipun cobi Bapak Ibu*

Friday, August 21, 2020

Falk Stories text

 

    Taken from fb.english club for student



















Tahun Baru Kejawen

SELAMAT TAHUN BARU KȆJAWEN

Damar Shashangka

Memadukan penanggalan Śaka Jawa yang mempergunakan peredaran matahari dan bulan sebagai basic perhitungan dengan penanggalan Hijriyah Islam yang mempergunakan peredaran bulan saja sebagai basic perhitungan, pada tahun 1555 Śaka Jawa, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma, Raja Mataram ke-3 yang memerintah pada 1613-1645 Masehi, mengesahkan adanya kalender baru bagi Tanah Jawa, yaitu Kalender Jawa atau Kalender Kêjawen. Perhitungan tahun tidak dimulai dari tahun 1, melainkan meneruskan perhitungan tahun Śaka Jawa yang sudah menginjak tahun 1555. Ini terjadi tepat pada tahun 1633 Masehi. Sistem perhitungan rumit dan pelik Śaka Jawa hampir semua di adopsi namun kebanyakan sudah diubah namanya menjadi nama-nama Arab. Bahkan nama bulan pun juga mempergunakan nama-nama Arab. Paling kentara adalah penamaan nama hari yang semula mempergunakan nama Kawi diubah menjadi nama Arab.

1. Radite – Ahad (logat Jawa : Ngahad)

2. Soma – Itsnain (logat Jawa : Sênen)

3. Anggara – Tsalatsah (logat Jawa : Sêlasa)

4. Budha – Arba’ah (logat Jawa : Rêbo)

5. Rêspati – Khomsah (logat Jawa : Kêmis)

6. Sukra – Jama’ah (logat Jawa : Jumngat)

7. Tumpak – Sab’ah (logat Jawa : Sêbtu)

Nama-nama bulan pun juga diubah dari Kawi ke Arab.

1. Warana– Syura (logat Jawa : Sura)

2. Wadana– Shofar (logat Jawa : Sapar)

3. Wijangga– Rabi’ul Awwal/Maulid (logat Jawa : Mulud)

4. Wiyana– Rabi’ul Akhir/Ba’da Maulid (logat Jawa : Bakda Mulud)

5. Widada– Jumadil Awwal (logat Jawa : Jumadilawal)

6. Widarpa– Jumadil Akhir (logat Jawa : Jumadilakir)

7. Wilapa– Rojab (logat Jawa : Rêjêb)

8. Wahana– Arwah (logat Jawa : Ruwah)

9. Wanana– Ramadlan (logat Jawa : Ramêlan/Pasa)

10. Wurana– Syawal (logat Jawa : Sawal)

11. Wujana– Dzulqoidah (diganti Sêla)

12. Wujala– Dzulhijjah (diganti Bêsar)

Masih banyak nama-nama Kawi diganti menjadi nama Arab yang cenderung Islami, termasuk pembagian perhitungan waktu dalam Jawa semenjak jaman Buda yang dibagi menjadi 5 waktu dalam sehari semalam diganti menjadi :

1. Maheśwara diganti Ahmad (logat Jawa : Akmad)

2. Wiṣṇu diganti Jabarail

3. Brahmā diganti Ibrahim

4. Śrī diganti Yusuf(logat Jawa : Yusup)

5. Kāla diganti Izrail(logat Jawa : Ngijrail)

Pendek kata, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma ingin menunjukkan kepada dunia Islam, khususnya kepada Kekhalifahan Turki Utsmani yang merupakan pusat Kekhalifahan Islam pada waktu itu bahwa beliau benar-benar berkomitmen menyebarkan Islam di Tanah Jawa tidak hanya setengah-setengah. Karena upayanya tersebut, beliau mendapat gelar Sultan dari penguasa Ka’bah pada 1641 Masehi. Sebelumnya beliau hanya mempergunakan gelar Kangjêng Susuhunan Prabhu Anyakrakusuma. Kalender Jawa yang disahkan oleh beliau resmi menjadi kalender Jawa-Islam alias Kalender Kêjawen. Demikian kenyataan dan faktanya.

Pada awalnya ketika disahkan, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555, dimulai pada hari Jum’at Lêgi. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Jamngiyah (Jam’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Ajugi, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Jum’at Lêgi.

Pada 1 Sura tahun Alip 1675, dimulai pada hari Kêmis Kliwon. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Kamsiyah (Khamsiyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Amiswon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Kêmis Kliwon.

Pada 1 Sura tahun Alip 1795, dimulai pada hari Rêbo Wage. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Aboge, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Rêbo Wage.

Pada 1 Sura tahun Alip 1915, dimulai pada hari Sêlasa Pon. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Asapon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Sêlasa Pon.

Masa kita sekarang telah mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah). Ini berlaku semenjak 19 Oktober 1982 Masehi. Celakanya di pedesaan Jawa masih banyak yang tidak memahami pergantian Kurup (Huruf) ini sehingga mereka tetap mempergunakan perhitungan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) atau Aboge. Hasilnya, semenjak tahun 1915 Jawa atau 1982 Masehi, tanggal 1 Sura di pedesaan akan maju satu hari. Menjadi kewajiban kita sebagai pemerhati budaya untuk meluruskan hal ini agar tidak berlarut-larut sehingga menyebabkan adanya kesalahan fatal dalam perhitungan hari karena kalender Jawa menyangkut dengan pemilihan hari baik dan buruk.

Sesuai Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) atau Asapon, tahun baru Sura atau tanggal 1 Sura tahun Jimakir 1954 kali ini, jatuh pada hari Kêmis Pon atau bertepatan dengan tanggal 20 Agustus 2020. Yang masih mempergunakan Aboge tahun baru Sura mempergunakan hari Jumat Wage tanggal 21 Agustus 2020, dan perhitungan itu salah. Pelurusan perlu digalakkan.

Sugêng warsa enggal Kêjawen

Kêmis Pon, 1 Sura 1954 Jimakir, Wuku Warigalit, Windu Sangara.

Mugi tansah pinaringan têguh rahayu slamêt tan ana baya-bayane, luput ing sambekala. Tansah satuhu rahayu. Sarwa hayu!

Bogor, 19 Agustus 2020 sore (Sudah masuk malam Kêmis Pon)

Damar Shashangka.

Memadukan penanggalan Śaka Jawa yang mempergunakan peredaran matahari dan bulan sebagai basic perhitungan dengan penanggalan Hijriyah Islam yang mempergunakan peredaran bulan saja sebagai basic perhitungan, pada tahun 1555 Śaka Jawa, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma, Raja Mataram ke-3 yang memerintah pada 1613-1645 Masehi, mengesahkan adanya kalender baru bagi Tanah Jawa, yaitu Kalender Jawa atau Kalender Kêjawen. Perhitungan tahun tidak dimulai dari tahun 1, melainkan meneruskan perhitungan tahun Śaka Jawa yang sudah menginjak tahun 1555. Ini terjadi tepat pada tahun 1633 Masehi. Sistem perhitungan rumit dan pelik Śaka Jawa hampir semua di adopsi namun kebanyakan sudah diubah namanya menjadi nama-nama Arab. Bahkan nama bulan pun juga mempergunakan nama-nama Arab. Paling kentara adalah penamaan nama hari yang semula mempergunakan nama Kawi diubah menjadi nama Arab.

1. Radite – Ahad (logat Jawa : Ngahad)

2. Soma – Itsnain (logat Jawa : Sênen)

3. Anggara – Tsalatsah (logat Jawa : Sêlasa)

4. Budha – Arba’ah (logat Jawa : Rêbo)

5. Rêspati – Khomsah (logat Jawa : Kêmis)

6. Sukra – Jama’ah (logat Jawa : Jumngat)

7. Tumpak – Sab’ah (logat Jawa : Sêbtu)

Nama-nama bulan pun juga diubah dari Kawi ke Arab.

1. Warana– Syura (logat Jawa : Sura)

2. Wadana– Shofar (logat Jawa : Sapar)

3. Wijangga– Rabi’ul Awwal/Maulid (logat Jawa : Mulud)

4. Wiyana– Rabi’ul Akhir/Ba’da Maulid (logat Jawa : Bakda Mulud)

5. Widada– Jumadil Awwal (logat Jawa : Jumadilawal)

6. Widarpa– Jumadil Akhir (logat Jawa : Jumadilakir)

7. Wilapa– Rojab (logat Jawa : Rêjêb)

8. Wahana– Arwah (logat Jawa : Ruwah)

9. Wanana– Ramadlan (logat Jawa : Ramêlan/Pasa)

10. Wurana– Syawal (logat Jawa : Sawal)

11. Wujana– Dzulqoidah (diganti Sêla)

12. Wujala– Dzulhijjah (diganti Bêsar)

Masih banyak nama-nama Kawi diganti menjadi nama Arab yang cenderung Islami, termasuk pembagian perhitungan waktu dalam Jawa semenjak jaman Buda yang dibagi menjadi 5 waktu dalam sehari semalam diganti menjadi :

1. Maheśwara diganti Ahmad (logat Jawa : Akmad)

2. Wiṣṇu diganti Jabarail

3. Brahmā diganti Ibrahim

4. Śrī diganti Yusuf(logat Jawa : Yusup)

5. Kāla diganti Izrail(logat Jawa : Ngijrail)

Pendek kata, Kangjêng Sultan Agung Prabhu Anyakrakusuma ingin menunjukkan kepada dunia Islam, khususnya kepada Kekhalifahan Turki Utsmani yang merupakan pusat Kekhalifahan Islam pada waktu itu bahwa beliau benar-benar berkomitmen menyebarkan Islam di Tanah Jawa tidak hanya setengah-setengah. Karena upayanya tersebut, beliau mendapat gelar Sultan dari penguasa Ka’bah pada 1641 Masehi. Sebelumnya beliau hanya mempergunakan gelar Kangjêng Susuhunan Prabhu Anyakrakusuma. Kalender Jawa yang disahkan oleh beliau resmi menjadi kalender Jawa-Islam alias Kalender Kêjawen. Demikian kenyataan dan faktanya.

Pada awalnya ketika disahkan, tanggal 1 Sura tahun Alip 1555, dimulai pada hari Jum’at Lêgi. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Jamngiyah (Jam’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Ajugi, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Jum’at Lêgi.

Pada 1 Sura tahun Alip 1675, dimulai pada hari Kêmis Kliwon. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Kamsiyah (Khamsiyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Amiswon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Kêmis Kliwon.

Pada 1 Sura tahun Alip 1795, dimulai pada hari Rêbo Wage. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Aboge, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Rêbo Wage.

Pada 1 Sura tahun Alip 1915, dimulai pada hari Sêlasa Pon. Perhitungan ini mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) dan akan berlangsung selama 15 windu atau 120 tahun. Masyarakat Jawa menyebutnya Asapon, maksudnya adalah tahun Alip jatuh pada hari Sêlasa Pon.

Masa kita sekarang telah mempergunakan Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah). Ini berlaku semenjak 19 Oktober 1982 Masehi. Celakanya di pedesaan Jawa masih banyak yang tidak memahami pergantian Kurup (Huruf) ini sehingga mereka tetap mempergunakan perhitungan Kurup (Huruf) Arbangiyah (Arba’iyyah) atau Aboge. Hasilnya, semenjak tahun 1915 Jawa atau 1982 Masehi, tanggal 1 Sura di pedesaan akan maju satu hari. Menjadi kewajiban kita sebagai pemerhati budaya untuk meluruskan hal ini agar tidak berlarut-larut sehingga menyebabkan adanya kesalahan fatal dalam perhitungan hari karena kalender Jawa menyangkut dengan pemilihan hari baik dan buruk.

Sesuai Kurup (Huruf) Salasiyah (Tsalatsiyyah) atau Asapon, tahun baru Sura atau tanggal 1 Sura tahun Jimakir 1954 kali ini, jatuh pada hari Kêmis Pon atau bertepatan dengan tanggal 20 Agustus 2020. Yang masih mempergunakan Aboge tahun baru Sura mempergunakan hari Jumat Wage tanggal 21 Agustus 2020, dan perhitungan itu salah. Pelurusan perlu digalakkan.

Sugêng warsa enggal Kêjawen

Kêmis Pon, 1 Sura 1954 Jimakir, Wuku Warigalit, Windu Sangara.

Mugi tansah pinaringan têguh rahayu slamêt tan ana baya-bayane, luput ing sambekala. Tansah satuhu rahayu. Sarwa hayu!

Bogor, 19 Agustus 2020 sore (Sudah masuk malam Kêmis Pon)

Damar Shashangka.

Monday, August 10, 2020

Pasar Gedhe Madioen


Pasar Besar Madiun

Copas fb.Anto

Ratusan orang larut dalam suka cita pembukaan Central Pasar Madioen yang gemerlap. Mereka berkerumun di antara panggung hiburan yang ingar bingar musik Indo-Belanda dan suara gamelan Jawa pengiring tari tayub. Di belahan barat pasar, digelar wayang kulit semalam suntuk. Di ruang terbuka belahan timur, disiapkan layar lebar untuk pemutaran bioskop.  

Warga pribumi, bangsa Eropa, Tionghwa, dan Arab berhimpun dalam kekerabatan yang meriah saat Central Pasar Madioen di Madoera Straat itu, diresmikan pada akhir April 1927. Ditandai dengan ritual tanam kepala kerbau dan prosesi selamatan pukul 17.30, seremonial yang gebyar itu berakhir ketika dalang wayang kulit menayangkan gunungannya saat fajar subuh merekah.

Central Pasar Madioen awalnya berdiri di atas lahan 200 meter x 100 meter. Kini dikenal dengan nama Pasar Besar Jl Panglima Sudirman Madiun dengan luas yang berkembang menjadi 15.710 m2.

Pemerintah kolonial membangunnya dengan biaya 500.000 gulden bertujuan untuk mendukung pertumbuhan perdagangan di Kota Madiun, sekaligus sebagai pelengkap dari tiga pasar yang telah berdiri sebelumnya, yakni Pasar Besar (kini Pasar Kawak Jl Kutai), Pasar Sleko, dan Pasar Spoor. 

Pembangunan Central Pasar Madioen didesain dalam satu kawasan jalur rel kereta api Madiun - Ponorogo. Frekuensi perjalanan kereta api sehari tiga kali pada pagi, siang, dan sore. Sebagian besar penumpang adalah pedagang pasar berikut barang dagangan bawaannya.   

Pedagang dengan tujuan ke Pasar Sleko turun di Stasiun Sleko. Yang ke Pasar Besar (Pasar Kawak) turun di Chineesche Straat (sekarang Jl H.A Salim depan SMPN 2). Yang ke Central Pasar Madioen berhenti di Madoera Straat (sekarang Jl Panglima Sudirman), dan yang bertujuan ke Pasar Spoor di Resident Laan (sekarang Jl Pahlawan), berhenti di Stasiun Kota Madiun.  

      

Central Pasar Madioen merupakan bangunan megah dengan struktur beton bertulang keras dan berlantai tegel dengan plesteran semen padat. Di deretan pintu masuk, dibangun toko-toko untuk penjualan pakaian, sembako, dan peralatan rumah tangga. Central Pasar Madioen merupakan pundi-pundi penghasilan bagi masyarakat dan pemerintah kolonial di masanya.

Sunday, August 9, 2020

Some commons speaking






















 

Rumah Tahanan Militer Madiun: Sejarah dan yang datang 'Menginap'


Rumah Tahanan Militer Madiun: Sejarah dan yang datang 'Menginap'

By Septian Dwita Kharisma


Konon Penjara ini akan dijadikan destinasi wisata Sejarah baru di wilayah kota Madioen, saya pribadi akan berusaha menuliskan sejarah kecil Rumah Tahanan Militer Madiun ini. Ya saya berharap tulisan ini bisa menjadi bahan Refleksi kita ketika ke Rumah Tahanan Militer sebagai wisatawan hahahaha 😆

Gini lur...

Rumah Tahanan Militer (RTM) Madiun ini dibangun pada era Belanda tahun 1917 dengan nama s’Land Gevangenis (Penjara Negara) atau Kleine Boei (Penjara Kecil). Selepas Indonesia merdeka, Penjara ini diambil alih oleh Pemerintah Indonesia dijadikan markas P.T (Polisi Tentara) atau CPM (Corps Polisi Militer sekarang). Rumah Tahanan Militer ini dalam perkembangannya pernah dijadikan penahanan tokoh Politik sekaliber tan Malaka oleh Pasukan Polisi Tentara dan Pasukan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Madiun hingga tahun 1948 atas Perintah Soekarno sebagai buntut dari Kudeta Yang dilakukan Oleh Tan Malaka cs pada 3 Juli 1946, Dalam penangkapan Tan Malaka di Madiun Itu Soemarsono sebagai Tokoh PESINDO dan tokoh militer 'Kiri' di Madiun mengaku kalau beberapa anggota PESINDO di madiun yang direkrut dalam Polisi Tentara; dan penahanan Tan Malaka di RTM Madiun ini sebagai upaya Pengamanan agar Tan malaka tidak kabur, karena di Madiun Tan Malaka Minim Pendukung.

Pada 18 september 1948 saat Meletusnya Pembrontakan PKI di Madiun, RTM Madiun jatuh ke tangan Laskar pro PKI setelah terjadi serangkaian perlawanan yang dilakukan oleh Polisi Tentara terhadap laskar Merah dan Brigade 29, setelah anggota Polisi Tentara menyerah karena terdesak. Otomatis, RTM Madiun dikuasai oleh Pasukan PKI dan seluruh Anggota Polisi tentara dilucuti dan dipenjara. Selanjutnya RTM Madiun tersebut digunakan oleh PKI untuk menahan rakyat/tokoh Politik Madiun yang Anti PKI selama bercokolnya kekuasaan PKI di Madiun pada tanggal 18-30 september 1948. Tak lama berselang  pasukan TNI Divisi Siliwangi, Mobrig dan Laskar yang Pro Republik Indonesia berhasil menggempur kekuatan PKI di Madiun, akhirnya RTM kembali dikuasi Oleh pasukan Republik. 

Di era Orde lama Rumah Tahanan Militer Madiun kembali berhasil menahan tokoh politik besar, tokoh politik sekaliber Sutan Syahrir, Muhammad Roem, Sultan Hamid, I Gde Agung, Soebadio sastrosatomo, dan prawoto mangkusasmito karena keterlibatan mereka dalam kegiatan Survesif pada pemerintahan Bung Karno pada tahun 1960-1966. Pada Pembrontakan PKI tahun 1965, Rumah Tahanan Militer difungsikan sebagai tempat untuk menahan orang² yg terlibat dalam PKI hingga Menjelang Orde Baru. Di Era Orde Baru RTM Madiun masih digunakan Untuk menahan orang² yang menentang Pemerintah Orde Baru, terlibat gerakan Komando Jihad, dan kegiatan survesif, di bawah Kendali Corp Polisi Militer daerah Madiun.

Sumber:

1.https://www.google.com/amp/s/andrikyawarman.wordpress.com/2017/08/20/penjara-kecil-madiun/amp/

2.https://www.google.com/amp/s/historia.id/amp/histeria/articles/kemarahan-sjahrir-kepada-sultan-hamid-Pzd10

3. Harry Albert Poeze: Tan Malaka gerakan kiri dan Revolusi Indonesia 

4. Drs. Arief Soekowinoto: kresek Pusat Korban Pembrontakan PKI tahub 1948 di Madiun

5. Hersri Setiawan: Negara Madiun? Kesaksian Soemarsono Pelaku perjuangan

Selamat malam dan selamat Tidur dulur 😆😄


By Septian Dwita Kharisma

#SejarahKotaMadiun

#SejarahMadiunRaya

#WisataMadiun

Sejarah Bersemayamnya Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Madiun


Kompleks Boschbouw: Sejarah Bersemayamnya Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di Madiun

Oleh Septian Kharisma (Septian Dwita Kharisma)

Oke lur! 😁 berhubung ini kita mendekati peringatan Kemerdekaan Negara Indonesia ke 75 tahun, aku kira perlu kita membahas salah satu Element tenaga rakyat yang terdiri dari Pemuda, yang selama eksistensinya Memiliki peran dalam menuntaskan misi 'Memerdekakan Indonesia' dan 'Mempertahankan Proklamasi Indonesia', Bismillah aku berusaha menuliskan sejarah Bosbouw era Penjajahan Jepang ini untuk memberi tahu pada teman-teman bahwa ada Pasukan hebat yang pernah "bersemayan" di kompleks Bosbouw Jl. Diponegoro Kota Madiun. 

Element yang saya maksud diatas Adalah Pasukan sukarelawan Pembela Tanah Air (PETA), PETA ini adalah kelompok militer yang terdiri dari pemuda-pemuda Indonesia yang di bentuk oleh Pemerintah Militer Jepang di Indonesia pada 3 oktober 1943 yang berfungsi sebagai penjaga wilayah Indonesia ketika Indonesia (dibawah Pemerintahan militer Jepang) di serang Oleh pasukan sekutu (Amerika, Australia dan Inggris). Di satu sisi PETA dibentuk untuk menanamkan jiwa patriotisme pemuda Indonesia, menanamkan cinta tanah air, rasa kebangsaan yang berlandaskan Agama dan sebagai upaya pemerintahan militer jepang untuk merangkul Ummat beragama di Indonesia (Islam salah satunya). Pembentukan PETA di atas usulan Para Ulama Indonesia diantaranya K.H. Mas Mansyur, KH. Adnan, Dr. Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Guru H. Mansur, Guru H. Cholid. K.H. Abdul Madjid, Guru H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Mohammad Sadri. Pada bulan September 1943 Raden Gatot Mangkoepradja, menyurati Pemerintah Militer Jepang agar membentuk PETA dan dibulan oktober 1943 terbentuklah PETA.

Pembentukan organisasi militer PETA di tingkat Pusat tersebut disambut Oleh para Petinggi Di Madiun dan Rakyat Madiun, luangnya syarat masuk ke dalam PETA yaitu Tidak melihat Golongan sosial membuat diminati oleh para Pemuda Madiun ditambah lagi gaji sebagai Seorang tentara PETA cukup banyak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Di lain itu para Pegawai seperti Guru dan Priyayi (pegawai Negeri) mendapat posisi yg cukup menjajikan Karena sebelum gabung ke PETA mereka mendapat latihan Seinindan dan Keibodan. Markas Daidan PETA Madiun menempati Markas pasukan Jepang (Dai Ni chiku Shireibu) di Madiun yang sekarang terletak di Boschbouw jalan Diponegoro Kota Madiun.

Di era Kolonial Belanda Boschbouw menjadi Sekolah OSVIA (Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren) atau sekolah Pamong praja Dan Middlebare Boschbouwschool  atau sekolah kehutanan, namun saat Jepang masuk ke Madiun pada tahun 1942 sekolah Belanda itu dialihfungsikannya sebagai Markas dan Asrama Militer Jepang (Dai Ni Chiku Shireibu) sekaligus menjadi Markas PETA. Dengan jadinya Boschbouw sebagai pusat aktivitas kemiliteran, maka di depan Boschbouw bala tentara Jepang (kemungkinan) membuat sebuah bunker untuk penjagaan (Bunker tersebut dapat kita lihat hingga sekarang). Daidan (Batalyon) adalah tingkatan organisasi Militer tertinggi Pada PETA yang dipimpin oleh Daidanco.

Daidan PETA Madiun dipegang Oleh Raden Agus Toyib seorang wedana Caruban, lalu komandan Kompi (chudanco) dijabat oleh R. Sunadi seorang Guru Olahraga dan Djokosujono, Djokosujono ini kelak berperan dalam menggerakan Massa madiun untuk melucuti senjata pasukan jepang dan terlibat Pembrontakan PKI di madiun tahun 1948. PETA Madiun, didik dengan disiplin dan keras ala Militer Jepang seperti baris berbaris, penggunaan senjata api, berlatih perang (Perang-perangan) hingga Greliya.

Namun Semenjak isu/informasi rencana Pembrontakan PETA di Blitar merebak di kalangan Anggota PETA Madiun, Kanpetai Daerah Madiun membatasi aktivitas anggota PETA di Madiun dibatasi, seperti tidak boleh keluar malam, penggunaan senjata api dibatasi, berlatih senjata dengan Senjata tiruan, pembagian amunisi juga dibatasi hingga tak Boleh bergerombol lebih dari 5 orang. Dari kebijakan Kanpetai Madiun tersebut Para Anggota PETA tidak bisa membantu PETA Blitar untuk Menggelorakan perlawanan pada Pemerintahan Pendudukan Jepang di Madiun, sebelum kejadian Pembrontakan PETA di Blitar, sebenarnya Anggota PETA Madiun sudah muak dengan tingkah laku militer jepang di Madiun karena setiap keluar masuk desa untuk latihan perang, para anggota PETA selalu mendapati Rakyat-rakyat yg menderita karena militer Jepang Mengendalikan pemerintahan secara semena mena dan ada nya Prakterk Jagun Ianfu.

Setelah Pembrontakan PETA Di blitar Berakhir, dan jepang mengetahui Kalau mereka terjepit oleh serang sekutu. Para militer Jepang menggenjot, latihan Fisik dan latihan tempur para organisasi militer bersenjata buatan Jepang diantara Heiho, keibodan, sinendan, giretsutai dan PETA. Mereka dilatih serentak serentak dari tanggal 3 - 13 mei 1945 dengan pelatihan sedemikian rupa dari mempertahankan wilayah dari serangan musuh, latihan Pertolongan pertama, intelijen, pengamanan Anak dan orang tua hingga diajari taktik 'Sumpit urang' dengan Pengepungan 3 sisi utara, timur, dan selatan.

Indonesia Mencapai Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Madiun sendiri baru mendengar Berita Kemerdekaan Itu tanggal 18 Agustus 1945 karena alasan minimnya alat Komunikasi. Mendengar kabar Kemerdekaan itu Pasukan jepang di Asrama Boschbow sedih, ada pula yang menangis karena tak menyangka Kalau Negaranya kalah perang, lalu para perwira jepang yang mendiami boschbouw mengumpulkan anggota PETA untuk berpisah dan mereka bersalaman serta meminta Maaf pada anggota² PETA Madiun. Di masa² kemerdekaan Para Anggota PETA madiun ini memiliki pengaruh yang kuat di jajaran Militer madiun, seperti Djoksudjono yg menggerakan Rakyat untuk melucuti senjata Tentara jepang di Madiun dan menjadi Anggota KNI (Komite Nasional indonesia) daerah Madiun, Raden Sunardi Menjadi Pendiri Polisi Tentara (PT atau CPM sekarang) datasement Madiun, Norman Slamet menjabat Kepala BKR Kota Madiun dan diikuti oleh anggota PETA madiun lain yang bergabung dalam jajaran Angkatan bersenjata di Madiun.

Semoga tulisan kecil saya ini memberi manfaat  bagi Generasi Muda madiun agar selalu mencintai Kotanya dan Melestarikan Sejarah Madiun Umumnya, Kota Madiun Khususnya 

Setelah kemerdekaan kompleks ini di tempati Batalyon 508/gelatik, yang merupakan bagian dari Brigade Surachmad Kediri. Batalyon lainnya dari Brigade Surachmad yang di likuidasi tahun 70 an, adalah Batalyon Sikatan, Branjangan, Mliwis, Sriti, merak.

Sekarang Kompleks boschbouw bisa kunjungi lur... 

Liburan sambil Belajar sejarah hehehe 😄

Selamat malam Lur, selamat liburan lur 😁

Oleh Septian Kharisma (Septian Dwita Kharisma)

Ft. Septian Kharisma

#SejarahMadiun #SejarahKotaMadiun

#HistoriaVanMadioen #WisataSejarahMadiun

Refrensi Tulisan: 

1.https://jejakkolonial.blogspot.com/2019/07/osvia-madiun-menyingkap-sejarah-sekolah.html?m=1

2.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pembela_Tanah_Air

3. Gunawan, Putu, Gde, I. (1981) "Madiun shu Pada Masa  pendudukan Jepang 1942-1945". Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. (Tulisan tidak diterbitkan)

4. Pemerintah Kabupaten Madiun Tingkat II Madiun (1980), "Sejarah Kabupaten Madiun".

Saturday, August 8, 2020

English Grammar Composition Book


TakenhTaken from : //www.facebook.com/Abaasadenomer111111111vaamieue