Di Ponorogo, Tumenggung Jayengrana mendengar kabar bahwa ada seorang gadis yang mau melahirkan. Setelah memeriksa perkara tersebut ia menemukan bahwa gadis itu tidak berzina , tetapi masih suci dan tidak bersalah, kemudian dibawa untuk dijadikan selir. Bayi laki-laki tampan lahir dan diberi nama Raden Bawan. Ahli nujum meramal bahwa Raden Bawan akan menjadi orang besar; ia akan menjadi pahlawan Ponorogo yang sakti dan menaklukkan musuh-musuhnya, kemudian saat remaja Raden Bawan berguru pada Kyai Sangki. Banyak orang percaya bahwa ia suatu hari menjadi seorang pemimpin pemberontak yang terkenal. Raden Demang Danurejo, mantan patih Sumoroto juga mempercayai hal itu. Ketika dewasa ia diberi nama Raden Waneng sentika, ia bersama Danureja dan kyai Sangki sepakat untuk memberontak (madeg kraman)
Dalam Babad Patjitan ketiga nya mengunjungi Kyai Wajug untuk minta nasehat, seorang guru terkenal di Desa Ngile, Nglorog Pacitan. Ketika kyai Wajug mendengar rencana mereka bahwa akan memberontak dan memerangi Belanda di Tanah Jawa, beliau langsung setuju dan menjadi penasihatnya. Dalam sebuah sumpah setia, mereka memutuskan untuk hidup mati dalam perjuangan mereka. Raden Wanengsentika akan menjadi raja; Danureja akan menjadi patih; dan yang menjadi guru penasehat perang adalah Kyai Wajug dan Kyai Sangki. Limaratus orang yang penuh semangat , semua bersenjata tajam berkumpul dan bergerak ke Pacitan, saat melewati Desa Turusan, lurah setempat melaporkan adanya pemberontakan pada Bupati Jagakarya II sebagai bupati Pacitan dan berita ini dilanjutkan kepada Asisten Residen Prisman.
Prajurit dan serdadu dikumpulkan di alun-alun Pacitan, Mereka bermaksud mencegat para pemberontak , mengetahui adanya pasukan kompeni pasukan Wanengsentika mundur ke atas gunung Kajor, kemudian pasukan Kompeni mengepung mereka.
Bupati Jagakarya II mengirim seorang utusan "Brajagpati" agar membujuk Wanengsentika agar menyerah, namun Wanengsentika membalas dengan sebuah maklumat bahwa ia sekarang adalah seoran raja dan tidak berniat menyerah. Asisten Residen dan Bupati Jagakarya II memerintahkan semua prajurit untuk menyerang hingga pimpinan pemberontak menyerah, kemudian mereka diadili dan dijatuhi hukuman gantung dan yang lainnya diasingkan ke luar pulau.
Dikutip dari buku "Madiun dalam kemelut sejarah"
No comments:
Post a Comment