MENGUNJUNGI BEKAS DAERAH PERTAHANAN GERILYA PASUKAN MOBRIG POLRI DAN MONUMEN PAHLAWAN DI DUKUH KEMPO, KARE, KAB.MADIUN, PEGUNUNGAN WILIS.
Tujuan tulisan ini untuk:
- Mengenang dan menghormati para pejuang khususnya pasukan Mobrig yang gugur dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
- Mengungkap sejarah yang terlupakan dimana peran Pasukan Mobrig (MBB Jawa timur) telah berjuang bergerilya di Pegunungan Wilis untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Tim :
- Brahmantia Gentur Pamuji (Pengolah sumber Sejarah)
- Mila Nurdiana (Foto Kamera)
- Nayla Yasmin (Foto-foto lainnya)
Perjalanan kami berdua ini mungkin tidak berarti dibanding dengan perjuangan para pahlawan kusuma bangsa yang telah berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Pegunungan Wilis. Pagi itu kami berada di Monumen Kresek dalam rangka mendampingi putri kami dalam kegiatan Latihan Alam bersama teman-teman Sekolahnya. Dalam hati saya berfikir bahwa sejarah didaerah ini tidak hanya di Kresek saja, akhirnya kami berdua bertolak menuju daerah Kandangan, Kare, tepatnya di Monumen Pahlawan Perjuangan Mobrig, orang-orang dan anak-anak disekitar situ yang kami mintai keterangan menyebutnya sebagai “Monumen Pahlawan”. Dari Kandangan menuju Dukuh Kempo melewati jalan yang berliku, dengan jalan yang sempit menyusuri tebing dan jurang yang dalam. Sebelum mencapai Monumen Pahlawan tersebut kami ijin melewati dua portal penjagaan TNI yang menjaga lokasi bekas Perkebunan Kopi Kandangan. Alhamdulillah akhirnya kami berdua sampai di lokasi. Letak Monumen Pahlawan Perjuangan Mobrig ini sangat sepi, dan mungkin jarang dilewati orang-orang, Monumen ini dulunya sebagai tempat pemakaman dua pahlawan anggota Mobile Brigade (Mobrig) Polri yang gugur mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia melawan penjajah Belanda tepat pada saat berjalannya Agresi Militer Belanda II.
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer II hingga berhasil menguasai Ibu Kota Republik Indonesia di Yogyakarta, selanjutnya mereka mendaratkan pasukannya melalui pantai Glondong, Tuban, Jawa Timur. Sebelum memasuki Madiun mereka dengan sebuah pesawat Catalina telah menyebarkan pamflet-pamflet yang berisi agar Indonesia menyerah kepada Belanda karena Soekarno telah ditahan Belanda.
Agen Polisi (AP) I Moekari yang mengetahui hal tersebut seketika mengumpulkan pamflet-pamflet yang tersebar itu dan lalu dibakar disekitar Stasiun Kereta Api Madiun, lalu Moekari langsung melapor kepada Komandan Polisi Marlan yang masih bertahan di pos pertahanan Pabrik Gula Rejo Agung didalam kota Madiun dan tidak ikut bersama pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur yang sudah diluar kota, kesaksian Moekari diperkuat oleh seorang perwira angkatan darat.
Setelah benar-benar pasukan Belanda memasuki kota Madiun mereka melakukan pembersihan di dalam kota, tatkala Komandan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur Moehammad Jasin beranjak pergi dari Hotel Merdeka, beliau hampir saja tertembak oleh peluru-peluru pasukan Belanda yang sedang melintas mengendarai Jeep, beruntung peluru-peluru itu berjatuhan hanya mengenai mobil Buick yang ditumpanginya yang dikemudikan Abu sang pemilik mobil Buick, namun keduanya melompat dari dalam Mobil, selanjutnya berjalan menyusuri rel dan berjalan ketimur keluar kota Madiun menuju markas pasukan yang berada di pegunungan Wilis, dalam memoar beliau disebutkan terdapat satu regu pasukan Mobile Brigade yang sedang berbaris gugur semua oleh serentetan tembakan dari Jeep pasukan Belanda, pesawat-pesawat Belanda bahkan juga menjatuhkan bom-bom ke kota Madiun, serangan balasan dari para pejuangpun juga dilancarkan, tentara, polisi, maupun para anggota Trip.
Selama agresi militer Belanda II, markas gerilya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghindari pasukan musuh. Dan pada tanggal 01 Maret 1949 sekitar pagi pukul 05.00 telah datang Pasukan Belanda di Desa Kandangan, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Belanda akhirnya mengetahui posisi pos pertahanan para gerilyawan yang mayoritas dipertahankan oleh para anggota polisi dari Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur.
Pasukan Belanda datang dari dua jurusan yaitu dari arah Dukuh Giringan, Desa Kepel dengan menyusuri sungai Catur, sedangkan satunya dari arah jalan utama jalur Madiun-Kare lengkap dengan mitraliur, mobil lapis baja dan senjata Pansernya. Sehingga Desa Kandangan, Kare di kepung Pasukan Belanda dari segala jurusan.
Kedatangan Pasukan Belanda dari arah Dukuh Giringan, Desa Kepel diketahui oleh seorang kurir kemudian dilaporkan kepada Mayor Polisi Wirato, selekasnya Mayor Wirato memberi Komando Pasukan Mobile Brigade beserta masyarakat Desa Kandangan melakukan perlawanan menghadapi Pasukan Belanda dengan gagah berani tanpa gentar sedikitpun, namun karena posisi yang terjepit semua pasukan mundur masuk kedalam hutan pegunungan Wilis.
Dalam pengejaran Belanda menyerang sepanjang jalur pos-pos pertahanan para Gerilyawan hingga mencapai Dukuh Kempo,dan pada saat hampir mencapai markas pertahanan, para pasukan Gerilyawan melakukan perlawanan dengan gigih dan pada saat pertempuran telah gugur Agen Polisi (AP) I Sakip, beliau tertembak di perkebun kopi Batu, sedangkan Komandan Muda Sanali tertembak di kaki yang membuatnya tidak bisa berjalan cepat, lalu beliau akhirnya bersembunyi disalah satu rumah penduduk dan oleh mbok Setro, beliau yang sedang sakit berbaring di tempat tidur yang terbuat dari Bambu, sedangkan sebagian Pasukan Mobile Brigade (MBB) Jawa Timur menyisir ke kawasan pegunungan Wilis menuju pos-pos pertahanan berikutnya agar pasukan Belanda tidak sampai ke Jeladri-markas rahasia yang berada di daerah tertinggi puncak Kandangan.
Beberapa pasukan Belanda yang sudah hampir putus asa mengejar para Gerilyawan akhirnya mengetahui posisi dimana Komandan Muda Sanali bersembunyi, lalu menginterogasi Mbok Setro dengan perlakuan yang sangat kasar. Hal itu membuat Komandan Muda Sanali sangat marah dan lalu keluar rumah, Komandan Sanali pun berkata kepada pasukan Belanda itu, "Ya, Akulah Polisi Indoesia, tembaklah!"
Tak lama kemudian, peluru-peluru panas para serdadu Belanda menghunjam tubuh Sanali yang sudah terkulai tak berdaya di tengah sakit. Akhirnya, tembakan-tembakan merubuhkan komandan muda tersebut. Sang komandan Muda Sanali gugur sebagai pejuang Tanah Air.
Setelah Pasukan Belanda meninggalkan lokasi, dua anggota Mobile Brigade Urip dan Rahmad beserta masyarakat Kempo Kandangan mengusung kedua jenazah untuk di kebumikan di Perkebunan Kopi.
Meskipun Belanda berkali-kali melakukan pembersihan mencari keberadaan pasukan Gerilyawan Madiun, namun akhirnya tidak berhasil juga, hal demikian berkat bantuan masyarakat terhadap Pasukan Mobil Brigade Besar (MBB) Jawa Timur. Selama agresi militer Belanda II, markas gerilya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghindari pasukan musuh.
Selepas Peristiwa Madiun di th.1948, daerah Kandangan Kare tersebut memang sebagai markas gerilyawan pasukan Mobile Brigade Karesidenan (MBK) Madiun dan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur dibawah Komando Moehammad Jasin selaku Komandan Militer Sektor Timur Madiun dan termasuk Ponorogo, atas kepercayaan Kolonel Soekowati selaku Komandan Militer Madiun. Hal demikian dipilihnya tempat di daerah pegunungan Wilis timur Madiun, sekaligus untuk mencari sisa-sisa pasukan komunis bekas anak buah Muso FDR/PKI. Di pegunungan wilis tersebut Moehammad Jasin membentuk pos-pos atau kantong-kantong pertahanan pasukan gerilyawan, dimana daerah pegunungan saat itu didominasi perkebunan kopi dan Kina, sedangkan kawasan hutan dihuni sekawanan Menjangan.
Dalam memoar Moehammad Jasin beliau menyebutkan saat berlakunya Agresi Militer II di Madiun, pada awal Januari 1949 beliau sebelumnya mengungsikan istri dan anaknya di Grenjengan(Giringan) kira-kira 250 meter jaraknya dari Desa Kandangan, setelah sebelumnya menumpang mobil Buick milik pejuang Abu, dari Madiun sampai dengan Kandangan, selama agresi militer Belanda II markas gerilya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menghindari pasukan musuh, seperti ke Jeladri, lalu ke Selayar, daerah tersebut sangat sulit dijangkau, bahkan pasukan Belanda sendiri berpikir ulang untuk menjangkau tempat-tempat tersebut.
Menuju ketempat tersebut memerlukan waktu yang lama, karena harus berjalan kaki dimulai dari Kandangan lalu melewati dukuh Banaran, lalu melintasi padang rumput yang luas, melintasi sungai melompat dari batu besar ke batu besar satunya karena tidak ada jembatan, lalu mesuk ke areal hutan pinus, melewati air terjun, menaiki lereng jurang tinggi yang terjal,hingga sampailah di kawasan perkebunan kopi dan kina yang berbatasan dengan kawasan hutan, disitu terdapat gubuk yang tak jauh dari mata air, dimana gubuk tersebut sebagai tempat rahasia persembunyian anak istrinya dan markas pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, dan lebih tinggi lagi terdapat daerah Selayar dengan pemandangan yang menghadap ke Sawahan, utara Nganjuk.
Di Dungus beberapa kilo meter jaraknyadua bulan sebelum terjadinya cease fire atau gencatan senjata yang mengakhiri Agresi Militer Belanda II, terjadi peristiwa dimana Soejatno Komandan Mobrig (MB) berhasil mendeteksi pasukan Belanda dan dua kader Polisi Belanda dengan kekuatan satu peleton sedang mendekati jalur pendakian. Soejatno mengatur taktik dengan menempatkan pasukan mitraliur Mobrig diatas ujung pendakian, sementara pasukan lain bersiap menyergap pasukan patroli Belanda yang kemungkinan nantinya lolos dari tembakan Mitraliur. Saat menaiki tanjakan, pasukan patroli Belanda dibrondong dengan mitraliur dan lemparan ledakan granat, dipastikan banyak tentara pasukan Belanda tewas, Komandan patroli Belanda dengan pangkat Letnan dan dua kader Polisi belanda berhasil ditangkap, beberapa tentara Belanda ada yang berlari menyelamatkan diri, pasukan Mobrig pimpinan Soejatno juga berhasil menyita persenjataan mereka.
Sebulan sebelum terjadinya cease fire Komandan MBB Jawa Timur Komisaris Polisi Moehammad Jasin bersama pasukan sejumlah satu peleton melakukan operasi melintasi pegunungan Wilis dari Jeladri hingga ke Ngebel dekat pembangkit Listrik dimana daerah tersebut sebagai daerah pertahanan Belanda di Pegunungan Wilis. Daerah-daerah pegunungan Wilis juga sebagai daerah yang masih rawan dari sisa-sisa grombolan komunis FDR/PKI yang ingin membalas kekalahan, dengan demikian hal tersebut diperlukan kewaspadaan. Namun ternyata pasukan Moehammad Jasin telah diketahui pihak pasukan Belanda, kala itu Moehammad Jasin yang bersama pasukan sedang beristirahat dan makan siang disebuah rumah gedhek milik seorang warga dikepung pasukan Belanda, sontak Mohammad Jasin mencabut Badik (senjata keris asal Makasar) sebagai penolak bahaya, seraya mengucapkan Bismillah, beliau menerjang keluar rumah gedhek dan berlari zig-zag agar lolos tembakan dari musuh, Moehammad Jasin mengungkapkan hal tersebut beliau serasa berlari dengan kecepatan angin, Alhamdulillah beliau bersama pasukan lolos dari kepungan pasukan Belanda, sambil membalas tembakan-tembakab pasukan Belanda, lalu melanjutkan perjalanan menuju Pulung, Ponorogo, namun dua orang anggota Mobrig gugur, sedang dipihak pasukan Belanda tidak diketahui secara pasti. Kejadian tersebut dari hasil penyelidikan bahwa musuh jauh hari sebelumnya telah mengirimkan satu batalyon pasukan Green Caps (tentara baret hijau) guna memahami daerah Pembangkit Listrik di Ngebel, hingga akhirnya mengetahui kedatangan pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur.
Setelah Cease Fire Moehammad Jasin selaku sebagai Komandan Militer Sektor Timur Madiun mengadakan kontak dengan komandan militer Belanda di Madiun untuk membicarakan hal-hal yang menyangkut penghentian tembak menembak, dan menanyakan para pasukan Belanda yang ditahan oleh para pasukan Mobrig atau Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur.
Pada tahun 1975 kerangka kedua jenazah Komandan Muda Polisi Sanali dan Agen Polisi (AP) I Sakip di pindahkan ke TMP (Taman Makam Pahlawan) Madiun. Dan Kemudian untuk mengenang perjuangan Pahlawan Mobile Brigade pada tanggal 02 Juli 1977 di tempat tersebut di bangun Monumen Perjuangan Brimob oleh Kesatuan Polri bersama masyarakat setempat, dan diresmikan oleh Bupati KDH. Tk. II Madiun Bapak Slamet Hardjooetomo. Lalu pada tanggal 20 Pebruari 1985 dipugar kembali, dan selanjutnya tanggal 22 Juli 1985 pemugaran diresmikan kembali oleh Mayor Jendral Polisi Drs. H.Wik Djatmika. SH.
Semoga kita bersama bisa melanjutkan cita-cita para pejuang Kemerdekaan Indonesia, Aamiin YRA.
Sumber :
- Sejarah napak tilas perjuangan Bhayangkara Polri dari Sabang sampai Merauke milik Brimob Den C Pelopor Kletak Madiun.
- Pasukan Polisi Istimewa Prajurit Istimewa dalam Perjuangan Kemerdekaan di Jawa Timur tulisan Lorenzo Yauwerissa dan Pusat Sejarah Polri.
- Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang Meluruskan Sejarah Polisi Indonesia oleh Komjen Polisi (Purn) Dr. H. Moehammad Jasin.
Copas post fb mas Brahmantia
No comments:
Post a Comment